We Are With You

We Are With You
The help of Allah is always near

RELEIVE GAZA'S ORPHANS

RELEIVE GAZA'S ORPHANS
Mari kita bantu saudara kita!

Karyaku

Karyaku
Ya Allah Semoga Bisa Diterbitkan

Followers

Kisah Dalam Gambar Slideshow: Rama’s trip from القاهرة, مصر to 3 cities جدة, مكة المكرمة and الزقازيق was created by TripAdvisor. See another مصر slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Minggu, 18 Juli 2010

senyuman langit. {1}

wajah itu, wajah yang selalu membuat aku tertunduk ketika memandangnya. wajah yang teduh, wajah yang damai wajah yang selalu menyinarkan cahaya keindahan bagi setiap mata yang menatapnya, wajah yang berseri selalu menebarkan senyum bagi siapa saja yang yang melewati kedai kecilnya, bahkan untuk orang asing seperti ku pun masih bisa menikmati senyuman indah itu, entah siapa sebenarnya orang yang memiliki wajah seperti sinar rembulan itu, hampir setiap hari ketika aku pergi kuliah pasti sosok dengan wajah indah itu selalu kulihat dikedai kecilnya, kedai teh yang sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat mesir. bagi mereka tiada hari tanpa Syai (teh), dirumah, disawah, dikantor, dikampus, didalam teramko (angkutan umum) bahkan ketika bersepeda pun mereka sambil minum syai, inilah yang sempat membuatku tertawa terpingkal-pingkal melihat orang Mesir bersepeda sambil menenteng segelas syai ditangannya. dan ini juga mungkin alasan mengapa kedai kecil itu selalu ramai oleh pengunjung terutama para supir dan kernet teramko, dan ketika aku pulang kuliah pun wajah indah itu masih berada disana dengan mushaf kecilnya yang selalu ia baca ketika kedainya lenggang.
       Hampir satu minggu aku berdiam diri tanpa tegur sapa yang kulayangkan pada sosok itu, aku masih sungkan dan malu, hanya senyum yang kusunggingkan serta salam yang ku ucapkan bila kebetulan ia berada di luar kedainya. Hinnga suatu hari langkahku terburu-buru jadwal belanja dirumah membuat aku harus cepat-cepat pergi kekampus kalau tidak Duktur Ahmad Ibrohim Syabrowi akan memarahiku dan yang paling buruk adalah, dia akan mengusirku dari kelas karena terlamabat masuk pas mata kuliahnya. dan ternyata benar aku telat sepuluh menit, kulihat  Duktur Syabrowi sudah mulai menerangkan Muqoddimah Kolerasi antara bahasa arab dan islam. kuberanikan untuk mengetuk pintu hingga suasana dalam ruangan itupun hening seketika semua mata memandang kearahku, gelisah mengantarku pada ketakutan apakah duktur Syabrowi akan menyuruhku keluar atau menyuruhku masuk. Tatapan galaknya mulai membuatku pesimis "orang indonesia, alasan apa yang akan kau berikan yang bisa menggerakan hati saya untuk menyuruhmu masuk?" istifham majazi yang tak perlu di jawab, karena alasan apapun yang kuberikan ia tidak akan mengizinkan aku masuk. Matanya semakin galak menatapku yang sudah seperti orang kalah perang, dan aku yakin kali ini aku tidak bisa mengikuti mata kuliah "Malaamihul Adab Fii Ashril Islami Wal Umawi" salah satu mata kuliah favoritku tentang sejarah sastra arab pada masa Islam dan Bani Umayyah. dalam resahku menunggu eksekusi ponsel Duktur Syabrowi berdering tanda ada panggilan masuk ia pun langsung meletakan kaca mata tebalnya didepan kedua matanya yang sudah semakin menua sekilas ia menatap layar ponselnya sejurus kemudian ia  sibuk bergelut dengan pembicaraan yang tidak bisa kumaknai. dan tiba-tiba setelah ia selesai bicara ia langsung menyuruhku duduk, aku bersyukur karena hari ini aku mendapatkan keajaiban.
     Tapi ternyata keajaiban itu tidak sepenuhnya berpihak padaku buku mata kuliah Duktur Syabrowi tidak ada bersamaku padahal aku sangat yakin sebelum pergi tadi aku sudah memasukannya kedalam ransel hitamku, Hisam teman mesirkupun heran melihatku membolak balik ransel mencari-cari sesuatu "apa yang kamu cari Romi?" tanya Hisam sambil berbisik padaku. "kitabku, aku lupa membawanya. padahal aku yakin tadi sudah membawanya" "coba kamu ingat-ingat lagi mungkin sebelum kamu berangkat tadi kamu sempat membacanya dulu lalu kamu lupa kalau buku itu tidak kamu bawa".
aku pulang dengan perasaan tak menentu, tiga mata kuliah membuat sistem kerja otaku bekerja lebih dahsyat lagi dari jam setengah sembilan sampai sampai jam setengah dua siang, ditambah lagi dengan hilangnya buku mata kuliah adab, otakku benar-benar pusing dengan kejadian hari ini, sudah kucari dari depan pintu gerbang kampus sampai kedekat kedai teh milik sisosok berwajah indah itu tapi tak kutemukan juga. "hai orang indonesia sepertinya kamu sedang mencari sesuatu?" tanya seseorang yang ada dibelakangku
betapa kagetnya aku setelah menoleh kebelakang, ternyata orang yang menyapaku tadi adalah orang selalu memberiku senyum setiap pagi ketika aku berangkat kuliah, sosok yang memiliki wajah indah seperti sinar rembulan, wajah yang bening itu kini sudah berada didepan mataku. "oh, iya 'ammu saya kehilangan diktat kuliah saya" jawabku sedikit gugup ('ammu sebutan paman untuk orang mesir)
"apakah kitab ini yang kamu cari?" sambungnya sambil menunjukan kitab berkafer putih
"oh iya benar, dimana paman menemukannya?"
"lebih baik kita berbicara di kedai saya saja, lebih enak dan sejuk, dari pada berdiri ditempat panas seperti ini" ajaknya sambil menarik ku kearah kedainya
"terima kasih paman atas kitabnya, saya sudah hampir putus asa mencarinya"
"anak muda jaman sekarang cepat sekali putus asa, baru masalah sekecil itu" singgungnya tapi setelah itu ia langsung tertawa kecil melihatku tertunduk malu, entahlah didepan laki-laki separuh baya yang memiliki wajah indah ini lidahku terasa kelu semua kata-kata yang aku ucapkan seakan bukan keluar dari mulutku sendiri.
"saya sering memprhatikan kamu, hampir setiap pagi kamu selalu terburu-buru pergi kekampus, padahal kamu orang asia, tapi langkahmu sudah mengalahkan orang mesir, siapa namamu anak muda?" tanyanya  padaku
"saya Rumi Abdurrohman"
"nama yang bagus, semoga Allah selalu menyayangimu Rumi"
"Amiin ya rob, dan semoga Allah selalu meniupkan cahanya pada wajah paman, sebagai mana Dia memberikannya kepada Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah"
orang berwajah putih itu langsung menarik kepalaku dan mencium lama ubun-ubunku, keadaan ini membuat rasa haru ku mengalir deras, memoriku menjurus pada detik-detik terakhir dibandara Sukarno-Hatta, ketika ibuku mencium keningku sambil beruraian air mata, ayahku yang mencium lama ubun-ubunku berusaha tabah menutupi kegundahan hatinya, dan ciuman sayang ayah itu kini kutemukan kembali pada sosok orang yang berwajah indah ini.
"o iya paman, saya belum tahu nama paman?"
 "saya Asyrof, Asyrof Muhammad Kholid El-Arisi"
"oh, paman asli orang Aris?"
" ia paman lahir disana, tapi sejak perang pembebasan Sinay dari Israel keluarga paman semuanya mengungsi ke Thonto kecuali ayah dan kakek paman mereka tetap berada disana membantu para pejuang Mesir membebaskan Sinay, sampai akhirnya ayah paman pun syahid disana, tapi paman sangat bahagia karena impian ayah paman untuk syahid fi sabilillah ternyata terwujud. setelah keadaan mereda, kakek dan keluarga lebih memilih untuk tinggal di Thonto dan membuka Kedai teh disana, ternyata kedai teh kami disana terus berkembang semakin besar, hingga akhirnya kami membuka cabang di zagazig. awalnya kedai kami di thonto juga kecil seperti ini. semoga Allapun memudahhkan usaha kami disini"
"Amiin ya Rab"
perbincanganku bersama 'Amu Asyrof mengalir bagai sungai Nil yang panjang membelah hampir seluruh wilayah Mesir, semua hal yang berada di Indonesia beliau tanyakan terutama tentang perkembangan dakwah Islam di Indonesia beliau sangat tertarik karena Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar didunia, disetiap sela pembicaraan kami beliau selalu menekankan kepadaku agar belajar dengan sungguh-sungguh, dan selalu istiqomah. "kamu adalah wakil dari negrimu maka jangan sia-siakan kepercayaan mereka padamu" setiap kata-katanya bagaikan anak panah yang melesat tajam menghancurkan dinding pikiranku. melihat aku sekarang dia seperti melihat dirinya sendiri diwaktu muda wajar bila dia sudah sangat paham dengan dunia para mujahhid penuntut ilmu. 'Amu Asyrof seorang Muhandis Ziro'i tapi pengetahuan agamanya begitu dalam. pendidikan agama pertamanya ia dapatkan dari kakek dan ayahnya sendiri,mulai dari sekolah dasar ia sudah diwajibkan untuk menghafal alqur'an oleh ayahnya, hingga sampai pada tahap tsanawiyyah ia sudah bisa mengkhatamkan alqur'an tiga puluh juz, beliau mengakui kekurangannya sendiri bahwa "walapun saya orang Arab tapi saya masih kurang dalam memahami gramatikal bahasa arab khususnya di qoaid balagiah dan 'arudiyyah" beliau juga selalu memujiku karena saya adalah seorang ajnabi tapi sangat cinta dengan bahasa dan sastra arab, tapi beliau juga menyebutkan kekuranganku yag selalu terburu-buru dan tergesa-gesa " ingat Rumi tergesa-gesa adalah salah satu sifat yang disukai oleh syetan, 'Al ajalatu mina syaiton" imbuhnya padaku. lagi-lagi aku teringat pada saat-saat aku masih di pesantren. dipesantrenlah pertama kali aku mendapatkan kata-kata indah ini, sayang aku banyak melupakannya dan lalai untuk mengamalkannya dalam keseharianku.
      Semenjak perkenalanku dengan 'Amu Asyrof, musim panas ini kurasakn begitu indah, aku mendapatkan tambahan sugesti baru. biasanya aku berangkat dari Flat jam setengah sembilan, namun sekarang aku memajukan jadawal kuliah ku, jam delapan pagi aku sudah keluar dari flat, sampai teman se flat pun heran melihatku pergi sepagi itu. sarapan pagi dirumah sementara ini kutinggalkan, karena 'Amu assyrof biasanya mengajakku sarapan bersamanya, teh hangat, tho'miyyah bilbaidh, sandwich ful, kentang goreng, biasanya sudah disiapkan untuku. tapi menu yang paling aku suka adalah "thogin bi kibdah" sejenis makaroni basah dengan campuran hati, dan ternyata 'Amu Asyrof menyukainya juga.
semakin hari kulihat kedai teh milik 'Amu Asyrof semakin berkembang warungkecil itu kian hari dipenuhi pelanggan-pelanggan baru. mahasiswa universitas Zagazig pun sudah menjadikan kedai teh itu sebagai tempat nongkrong mereka, kadang mereka diskusi disana atau sekedar melepaskan lelah setelah satu hari bergelut dengan berbagai macam mata kuliah. aktivitasku pun semakin berjubel, sebagai koordinator Departemen keilmuan dan intelektual  Dewan Perwakilan Daerah Mahasiswa Indonesia di Zagazig, ditambah lagi ketua Forum Diskusi "Pembaharu" mahasiswa Indonesia Al-azhar zagazig semuanya terasa melelahkan untuku. pernah aku hampir putus asa karena semua itu kuanggap beban yang berat, semua waktu belajar kucurahkan untuk organisasi, sampai  kejenuhan di organisasi hampir menghilangkan keseimbangan ku sebagai mahasiswa yang harus mengedepankan prioritas dalam belajar. tapi aku bersyukur karena aku memiliki sahabat yang selalu mengingatkanku mereka selalu ada disisiku ketika aku lemah, ketika aku gundah, senyum mereka membuat aku teringat kembali pada Orientasiku pergi ke Mesir, dan organisasi serta forum diskusi adalah salah satu wadah yang memfasilitasiku untuk selalu belajar. 'Amu Asyrof pun mengerti dengan kesibukanku ia sudah faham kalau seorang mahasiswa tugasnya bukan hanya belajar. kadang aku hanya melambaikan tangan ketika pulang kuliah berpapasan dengan beliau yang sedang sibuk menyiapkan pesanan pelanggannya, aku tidak sempat mampir karena aku harus cepat-cepat ke Maqor untuk mempersiapkan acara rutin organisasi kami. bahkan sekarang-sekarang ini 'Amu Asyrof sering tidak melihat kalau aku lewat didepan kedainya aku  hanya  bisa melihat dari jauh kesibukannya dalam mengelola kedainya yang semakin berkembang, sekarang dia sudah dibantu anaknya lagi, Mahmud yang lebih dulu kukenal dari pada 'Amu Asyrof serta anak perempuannya yang bercadar yang belakangan ini baru kuketahui namanya, Nada. maknanya sama dengan nama ayahnya cuma lafadznya saja yang berbeda. 'Amu Asyrof betapapun kesibukan selalu merantainya tapi ia tidak pernah lepas dari Al-qur'an wajahnyapun selalu tersenyum wajah indah itu tidak menyiratkan kelelahannya ia masih seperti dulu ketika pertama kali aku melihatnya. wajah yang dibalut oleh sinar rembulan.

0 komentar

Posting Komentar