Zagazig adalah awal cerita yang takkan bisa dilepaskan dari kehidupanku. Banyak kisah didalamnya yang memberikan beribu pelajaran yang sangat berharga, yang tak bias dibeli dengan uang atau ditukar dengan harta benda sekalipun. “The experience is the best teacher” pepatah lama yang aku dapatkan dipesantren dulu, hari ini aku benar-benar merasakannya. Termasuk Perjalananku ketanah suci yang tak pernah kurencanakan sebelumnya hingga aku bias melaksanakan rukun islam yang kelima adalah buah dari pengalaman berorganisasi di DPD PPMI ZAGAZIG. Sebenarnya ucapan terimakasih tidak cukup untuk memwakilkan perasaanku bahwa aku benar-benar mencintai Zagazig. Terimakasih yang tak terhingga kepada rekan-rekan pengurus DPD PPMI Zagazig periode 2010-2011 M. karena tanpa kalian semua mungkin pengalaman indah ini tidak akan bias aku rasakan. Terima kasih juga untuk BPD PPMI Zagazig atas segala kontribusi dan bantuannya semoga khidmah kalian semua menjadi amal baik disisi Allah dan menjadi sebuah pengalaman berharga. Terimakasih juga untuk semua elemen masyarakat Zagazig atas dukungannya dan kerjasamanya semoga apa yang sudah kalian lakukan untuk DPD bias menjadi amal sholeh yang memberatkan timbangan amal kebaikan kita kelak diakhirat nanti. Amin ya rabal ‘alamin.
Satu tahun berkecimpung dalam oraganisasi adalah waktu yang tidak sebentar. Apalagi ketika diamanatkan untuk menjadi pemimpin di organisasi itu, segala sesuatunya akan menjadi beban dan terasa berat jika dijalani dengan terpaksa. Namun bagiku memimpin Zagazig adalah bagian dari sekenario Allah yang sudah direncanakan olehnya. walaupun saya sadar ketika saya memimpin kekurangan yang melekat dalam diri sangat kurasakan. Ketika harus mengambil sebuah kebijakan dan keputusan ada kebimbangan dan keraguan. Ada rasa khawatir dan rasa takut jika keputusan yang diambil itu keliru atau bahkan salah. Namun bersyukur ketika aku berada dibangku kepemimpinan aku tidak sendiri, ada pengurus yang siap mengorbankan waktu dan tenaga demi kemajuan DPD PPMI Zagazig. Berpikir bersama bagai mana caranya memajukan masayarakat Zagazig. Dan sekali lagi rasa terima kasih itu tidak cukup untuk mengungkapkan bahwa aku benar-benar bersyukur telah menjadi bagian dari Zagazig. Mudah-mudahan suatu hari nanti cerita di Zagazig itu bias kurangkum dalam sebuah novel.
Tanggal 28 september 2011 adalah awal perjalanan indah itu. Mesir to Saudi, tepatnya di Jeddah tempat pertama kali kami mendarat di Saudi. Ada cerita yang mungkin bisa dibilang lucu yang membuatku malu dan tertawa sendiri bila memikirkan peristiwa itu. pukul 7 pagi seluruh temus Masisir harus berkumpul dikonsuler KBRI Kairo di Hay Asyir. Karena hari ini kami semua akan memulai perjalanan suci kami untuk mengkhidmah para jamaah haji Indonesia, di Jeddah, Makkah dan Madinah. Ada sedikit keraguan yang mengganjal setelah dari pukul 5 pagi bersiap-siap. Keraguan apakah harus mengenakan kain ihram dari rumah atau nanti dikonsuler. Sempat ada diskusi kecil dengan teman-teman di Tubromli apakah harus langsung dengan memakai pakai ihram atau nanti saja mengganti pakain ihram di konsuler. Alhasil teman-teman lebih menyarankan untuk memakai kain ihram langsung dari rumah.
Sebenarnya dari awal sudah ada sedikit rasa malu ketika aku tahu dari saudara Hatim al-Ashom bahwa dari seluruh peserta temus tidak ada satupun dari mereka yang mengenakan kain ihram dari rumah. Dan alhasil aku dan temanku yang bernama Muntaha menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada dikonsuler Kairo. Karena memang hanya kami berdua yang mengenakan pakaian ihram. Sempat terbesit untuk mengganti saja sebelum berangkat kekonsuler tapi teman-teman dikonsuler menyarankan tidak usah diganti, karena sudah tanggung dipakai dan tidak usah malu. Memang canggung ketika hanya kami berdua yang mengenakan pakaian ihram ditengah kerumunan orang-orang banyak. Bahkan aku melihat ada diantara orang-orang yang melihat kami menertawakan kami. Tapi rasa malu itu akhirnya tertepis juga setelah spirit untuk menghidupkan sunah rosul itu hadir dalam hati.
Pengabsenanpun dilakukan, dan pada jam 8 tepat ketua TEMUS kami saudara Alnofiandri Dinar menyuruh kami berkumpul terlebih dahulu diauditorium konsuler karena ada beberapa informasi yang harus disampaikan sebelum pemberangkatan mengenai tiket pesawat dan lain-lain, serta ada sambutan ucapan selamat perwakilan dari KBRI Kairo, yang diwakilkan oleh bapak Andika Ali Wardana. Jam 9 tepat kami sudah berangkat menuju airport Alexandria, Alhamdulillah setelah perkumpulan ada beberapa teman TEMUS yang ikut berpakain ihram mengganti pakaian mereka dikonsuler salah satunya adalah saudara Sahar mantan ketua KKS. Lumayan jadi tidak malu lagi. Perjalanan kami berjalan lancar Alhamdulillah tidak ada hambatan dijalan, kami sempat beristirahat ditengah perjalanan sebelum sampai ke airport, makan siang dan mengganti baju dengan kain ihram bagi kawan-kawan yang belum mengganti.
Waktu shalat dzuhur kami sampai diairport lama Alexandria kami menunggu hampir satu jam untuk mengurus pemberangkatan. Ada sebuah catatan penting disini, berurusan dengan orang-orang arab memang membutuhkan kesabaran yang besar karena kerja mereka berbeda dengan orang-orang Indonesia, terbukti ketika diairport Alexandria dan Jeddah kerja mereka sangat lambat dan tidak sistematis.
Sesampainya di Jeddah kami tidak hanya dihadapkan dengan cuaca yang panas tapi kami semua juga harus berhadapan dengan imigrasi Saudi. Luar biasa kesabaran kamipun kali ini harus diuji kembali, empat jam kami menunggu untuk bisa mendapatkan barkot dan izin tinggal dari pemerintah Saudi. Pemeriksaan yang sangat ketat tapi tidak dibangeri kerja yang professional mungkin ini sudah mendarah daging disetiap orang arab. Tapi yang aku rasakan Saudi berbeda dengan Mesir walaupun orang-orang Mesir etos kerjanya sama dengan orang Saudi tapi pemeriksaan untuk masuk kesana tidak seketat di Saudi.
Setelah menunggu empat jam akhirnya kamipun bisa meneruskan perjalanan. Sebelum pergi ke Makkah untuk melaksanakan umroh, terlebih dahulu kami semua harus ke TUH (teknis urusan haji) yang berada di konsuler KJRI dijalan Andalus. Syari’ Andalus merupakan wilayah pemerintahan perwakilan seluruh Negara di Saudi mulai dari Indonesia sampai Negara yang lainnya berada dijalan ini. Dengan menggunakan coster kami pun melaju menyusuri kota Jeddah. pertama kali menikmati suasana malam kota Jeddah memberikan kesan tersendiri, kota Jeddah memang indah tapi kesan pertama ketika diairport merusak segalanya. Di TUH kami harus mengisi daftar hadir kedatangan, mengumpulkan paspor dan mengambil seragam kerja yang berwarna biru langit dengan celana yang berwarna biru tua. Orang yang melihat mungkin akan berkomentar seragam kami mirip dengan seragam para supir taxi (mohon maaf untuk para supir taxi seindonesia bukan bermaksud untuk merendahkan ) dan ternyata memang seperti itu komentar teman-teman ketika mereka mencoba sseragam yang berwarna biru itu.
Alhamdulilllah urusan di TUH pun akhirnya selesai. Setelah makan malam kami semuapun bergegas menuju Makkah untuk melaksanakan umroh. Barang bawaan kami dipisahkan dengan coster yang lain karena akan ditempatkan langsung kepemondokan. Dua jam perjalanan dari Jeddah ke Makkah tidak terasa jauhnya karena rasa lelah membuat para peserta temus tertidur lelap, tapi ada juga sebagian dari kami yang masih terjaga, termasuk aku sendiri. Sangat disayangkan apabila perjalanan pertama dan mungkin juga yang terakhir ini dilewatkan begitu saja. Waktu itu kota Makkah masih sangat sepi masjidil haram pun masih terlihta lenggang. Pukul dua malam waktu Saudi akhirnya kamipun sampai di Makkah, dipelataran masjidil haram.
“pertama kali melihatnya getar jiwa membuatku tak berdaya
Tempat suci inilah yang selalu dirindu, kini ia nyata didepan mata.
Syukur itu tak henti-hentinya terucap tergambar dari air mata yang bicara
Terimakasih ya rab engkau telah memilihku untuk merasakan nikmatmu yang begitu indah, nikmat yang selalu dirindu oleh setiap hamba”
Ya Allah getaran rindu itu tidak bisa aku tepis, rasa haru begitu dalam menyelimuti melenyapkan rasa lelah selama perjalanan kemarin dari Kairo. Aku tak peracya kalau aku sekarang sedang berjalan dipelataran masjidil haram, ya Allah ampuni aku jika selama ini aku banyak mendustakan nikmat yang engkau berikan. Hari ini keyakinan itu semakin dalam dan engkau ya Allah adalah dzat yang maha mene[ati janji. Bersama Dr. Jamal, kami sekitar 7orang temus diajak mengelilingi masjidil haram. Subhanallah saking besarnya dan banyaknya pintu dimasjidil haram orang yang pertma kali melangkahkan kaki disini pasti akan tersesat dan tak tahu jalan pulang. Pintu yang dicaripun akhirnya ketemu pintu babu salam, pintu yang berbeda dengan pintu-pintu yang lainnya karena tidak tertulis namanya diatasnya. Selain karena mengikuti sunnah, pintu ini memiliki banyak kisah tersendiri.
“Allahumma anta salam, waminka salam, wailaika ya'udu salam, fahayyinaa robbana bissalam, waadkhilnaa jannata daarossalam, tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikroomi ''
Akhirnya mata ini bisa melihatnya, ka’bah dengan kiswahnya yang berwarna hitam begitu megah begitu indah dipandang. Air matapun perlahan mengalir, ingin rasanya isak tangis itu aku lepaskan, tapi masih ada rasa malu yang tidak mengizinkan. Ketika langkahku semakin dekat dengan ka’bah air mata inipun semakin deras menetes. Dipimpin oleh Dr. Jamal kamipun memulai ibadah umroh yang pertama. Selesai thawaf tujuh putaran kami langsung mlaksanakan sholat sunnah didepan multazam isak tangis itu semakin menjadi sejalan dengan doa-doa yang diucapkan. Aku melihat teman-teman yang lainpun begitu khusyu tenggelam dengan doanya masing-masing isak tangis merekapun sesekali terdengar oehku. Setelah itu kamipun langsung melaksanakan sa’i berjalan dari bukit Shafa ke bukit Marwa. setelah tujuh kali putaran dan berakhir dibukit Marwa kamipun langsung melakukan tahalul.
Alhamdulillah selesai sudah ibadah umrah kami, waktu itu jam masih menunjukan pukul empat pagi masih ada waktu sekitar satu jam untuk menunggu shalat subuh. Jeda waktu itupun kami gunakan untuk melaksanakan shalat tahajjud. Ternyata di masjidil harampun ada adzan peringatan untuk memberi tahu bahwa sebentar lagi masuk waktu subuh, sama seperti di Heliopolis adzan subuhnya dua kali. Pertama kali mendengarnya aku kira memang sudah masuk waktu subuh, tapi pada jam lima tepat adzan itu berkumandang kembali.
Sampai pukul 7 pagi kami berada di masjidil haram, menunggu jemputan coster tidak kunjung tiba. Kasihan teman-teman semuanya terlihat lelah bahkan ada diantara mereka ada yang tertidur dipelataran masjidil haram. Tapi tidak lama setelah itu jemputan kamipun tiba, costerpun melaju menyusuri jalan kota Makkah entahlah kami akan dibawa kemana oleh coster itu, tapi lambat laun kamipun tahu bahwa tempat yang dituju itu bernama Rosaifah. Tempat pemondokan kami sementara sebelum kami semua diofer kesektor masing-masing.
Tgl 29/09/2011 Babak barupun dimulai
Hari ini disadari atau tidak aku sudah benar-benar berada di Makkah. Bahagia, haru, bercampur menjadi satu. Ada rasa rindu juga yang perlahan menggerayangi perasaan ini, entah rindu untuk siapa itu tapi matahari pagi di Rosaifah bisa menebak tentang keadaanku buktinya ia tersenyum kepadaku ketika aku mulai tertunduk malu.
Saat ini langkahku terhenti, percayalah bahwa sebentar lagi langit akan melukis wajah itu
Ada rasa haru disetiap sudut kanvasnya yang berwarna biru
Lalu awan putih mulai menggambar sebuah sketsa membentuk siluet wajah yang dirindu
Tapi waktu tetap akan menjadi belenggu
Detiknya adalah sebuah cerita bahwa pertemuan itu akan selalu ditunggu
(Rosaifah, 29/09/2011)
Kisah Dalam Gambar Slideshow: Rama’s trip from القاهرة, مصر to 3 cities جدة, مكة المكرمة and الزقازيق was created by TripAdvisor. See another مصر slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.
0 komentar
Posting Komentar