(Salah satu tulisanku yang pernah dimuat di Buletin Muara, sebuah tabloid dan media informasi mahasiswa al-azhar Indonesia yang bermukim di Zagazig)
Apa kabar Sahabat? Sudah pasti, sebagai mahasiswa Mesir yang bermukim di Zagazig, tentunya kita sudah tahu seluk beluk kota yang sudah di tinggali hampir bertahun-tahun oleh mahasiswa Indonesia ini. Kota yang resmi menjadi Ibu kota provinsi Syarqiyyah pada tahun 1883 ini, ternyata memiliki banyak keunikan dari segi history dan peradabannya. Akan tetapi pada rubrik jelajah edisi kali ini penulis tidak akan memaparkan mengenai fakta sejarah ataupun asal- usul mengenai kota Zagazig yang permai ini. Tapi, penulis akan mengajak sahabat untuk mengelilingi dan menjelajahi segala kemegahan dan keasrian daerah-daerah yang berada disekitar Zagazig. Salah satunya adalah perkampungan San El Hagar yang terletak di Markaz (kabupaten) Husainiyyah provinsi Syarqiyyah. Mungkin tidak terlalu melelahkan, karena hanya membutuhkan waktu satu setengah jam untuk bisa sampai keperkampungan yang masih sangat eksotis itu.
Sebagai mana kita ketahui Zagazig adalah ibu kota provinsi Syarqiyyah. Provinsi yang luas wilayahnya 4911 KM persegi, memiliki 17 kota dengan kepadatan penduduk 8000.000 juta jiwa. Syarqiyyah juga dikenal sebagai kota agraris nomor satu di Mesir. Dan ternyata selain Zagazig, kota terpenting kedua di provinsi Syarqiyyah adalah kota Fakous (Fa’us panggilan orang Mesir) Terpenting, karena Fakous merupakan salah satu kota industri di provinsi syarqiyyah, banyak sekali lahan investasi di kota ini, seperti reklamasi tanah, pembuatan lahan peternakan unggas, pembuatan pabrik minyak, bahan bangunan, produk-produk kayu, textile, paper industries, dan teknik. Kota Fakous juga merupakan salah satu pusat terbesar dalam perdagangang garmen dan Furnitur Mesir. Selain itu, kota ini juga terkenal dengan tempat peninggalan jejak peradaban Fir’aun. Banyak sekali sisa-sisa reruntuhan bangunan Fir’aun ditemukan dikota ini. Bagi sahabat-sahabat yang akan berwisata alam ke perkampungan San El Hagar, pasti akan melewati kota Fakous, kota yang pada masa pemerintahan Mesir kuno dikenal dengan nama Osaim.
Masih banyak fakta menarik mengenai kota Fakous, diantaranya adalah Fakous merupakan tempat strategis sebagai jalur lalu lintas darat, khususnya kereta api yang menghubungkan Kairo, Isma’iliyah dan Port Sa'id. Di Fakous terdapat kolam besar buatan, kolam yang terkenal di dunia sebagai tempat untuk wisata berburu bebek. Selain itu kota Fakous juga menjadi Kabupaten yang subur dan luas lahan pertaniannya di Provinsi Syarqiyah. Dan yang sangat menarik, di Fakous terdapat kampung yang bernama Qantir, yaitu kampung yang diakui sebagai tempat kelahiran nabi Musa ‘Alaihi salam. Dan disana terdapat tugu yang diakui sebagai lokasi dihanyutkannya nabi Musa ‘Alaihi salam oleh ibunya, sungai tersebut mengalir ke kerajaan Fir’aun di Husainiyah, tepatnya di Ma’bad San El hagar (alis Tanis) tempat Asiah (istri Fir’aun) bermukim. Dan disebutkan dalam sejarah Islam di Mesir, orang-orang Fakous menjadi orang pertama yang memeluk agam Islam di Mesir ketika pertama kali Amru bin Ash melakukan ekspansi ke Mesir.
Tapi jangan salah, meski jarak antara Zagazig dan Fakous terbilang jauh sekitar 70 KM, membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk bisa kesana. Bukan berarti belum ada peradaban mahasiswa Indonesia diwilayah itu. Adalah Abdul maksum, alias Yahya Ayyas mahasiswa Indonesia dan orang asing pertama yang kuliah Al-Azhar cabang Fakous. Tepatnya pada november 2005 mahasiswa yang berdarah Sunda ini, menginjakan kakinya di sana. Bukan suatu kebetulan Ia mengambil tempat kuliah disana, tapi memang semenjak di Indonesia Ia sudah mengambil keputusan untuk kuliah di Fakous. Walapun akhirnya Ia memilih untuk tahwil ke Zagazig pada tahun 2006. Baru setelah itu, tahun berikutnya orang asing kedua yang kuliah disana adalah seorang mahasiswa asal Mali, Afrika Barat.
Setalah kita melewati Markaz (kabupaten) Fakous, maka kabupaten selanjutnya yang akan kita jejaki adalah kabupaten Husainiyah, di kabupaten inilah letak perkampungan San El Hagar berada, dari Husainiyah membutuhkan waktu 30 menit bisa sampai keperkampungan San El Hagar yang berjarak sekitar 15 km dari Husainiyah. Apa uniknya dan apa kelebihan San El Hagar ? Sehingga penulis berani mengambil tema ini untuk rubrik jelajah kali ini. Sahabat-sahabat semua pasti sudah membaca dan mendengar ayat ini “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” [QS.Yunus:92]
Ya, ayat diatas menjelaskan tentang Fir’aun yang ditenggelamkan oleh Allah dilaut merah ketika melakukan pengejaran kepada nabi Musa ‘alaihi salam dan para pengikutnya. Tetapi Allah menyelamatkan jasadnya, sebagai pelajaran bagi kita dan sebagai tanda dan bukti kekuasaan Allah SWT. Lalu apa hubungannya dengan San El Hagar? Sahabat masizig semua, San El Hagar adalah sebuah perkampungan yang dulunya pernah berdiri sebuah peradaban dan kota yang megah, kota besar itu pernah berdiri pada masa kejayaan Fir’aun, dan menjadi ibu kota pada masa dinasti yang ke 21 dan 22. Di perkampungan inilah pernah berdiri salah satu kota tertua pada masa peradaban Mesir kuno, tepatnya pada abad 17 SM. Kota itu adalah kota Tanis, sebagian peneliti menyebutnya dengan kota yang hilang.
Tanis yang terletak dibagian timur laut dari Delta sungai Nil, berjarak sekitar 80 km sebelah utara-timur kota Zagazig, disebutkan dalam sejarah peradaban Mesir kuno bahwa Tanis adalah salah satu kota yang sangat penting yang pernah dipimpin oleh para Fir’aun yang sangat kuat, dictator dan otoriter dalam memimpin wilayah mereka. Setiap periode pemerintahan meninggalkan tanda kekuasaan mereka, seperti pembangunan kuil melalui karya arsitektur yang sangat megah pada masanya. Atau pembuatan patung dan tugu yang amat mengagumkan dengan pahatan dan ukiran yang sangat indah. Hal ini akan benar-benar terbukti ketika sahabat-sahabat melihat sendiri sisa-sisa reruntuhan kota Tanis di San El Hagar. Pahatan dan ukirannya benar-benar sangat sempurna, baik itu ukuran besarnya, dalamnya, ataupun diameternya semuanya berukuran sama, jika melihatnya sepintas seperti hasil cetakan. Saya yakin, jika teman-teman sendiri yang melihatnya pasti berani untuk bilang “Wooow!”
Pada masanya, Tanis merupakan sebuah kota perdagangan yang strategis. Namun kota itu terpaksa ditinggalkan karena ancaman penggenangan danau Manzalla, yang lambat laun akhirnya benar-benar menenggelamkan kota megah itu. Dan yang tersisa sekarang hanyalah reruntuhan beberapa kuil, seperti kuil persembahan untuk dewa Amun. Tanis diambil dari bahasa Yunani, tapi orang-orang Mesir kuno dulu memanggilnya dengan nama Djanet. Sejarah mencatat bahwa setiap penjajah asing yang menduduki Mesir selalu mengambil keuntungan dari situs-situs bersejarah Mesir. Seperti pada masa ekspansi Napoleon Bonaparte, pada tahun 1700 M dia dan beberapa tim penelitinya menemukan banyak situs bersejarah peninggalan Fir’aun. Salah satunya adalah situs San El Hagar.
Namun pada tahun 1800 M, pekerjaan penggalian situs di San El Hagar sangat memperihatinkan dengan patung-patung yang raib. Sebagian besar hasil penemuan itu dibawa pulang oleh para penjajah. Seperti yang dilakukan oleh Jean Jacques Rifaud seorang ahli ukiran dan patung dan juga seorang Freemason kelahiran Marseille 29 November 1786. Kedatangannya ke Mesir sebagai seorang penggali atas nama Perancis. Pertama kali ia memulai penggalian di kota Fayoum, namun usaha kerasnya tidak membuahkan hasil hingga akhirnya ia pindah ke Syarqiyah, tepatnya di San EL Hagar ia memulai penggalian baru pada tanggal 27-30 oktober 1825. Jean Jacques Rifaud, mengambil dua spink besar granit berwarna merah muda ke Paris. Sekarang kedua patung itu berada di musium Paris. Sisa patung lainnya ia bawa ke Saint Petersburg dan Berlin.
Setelah penggalian sukses yang dimotori oleh Jean Jacques Rifaud, maka penjajah-penjajah lainpun datang ke Mesir dengan alasan penelitian, Henry Salt dan Bernardino Drovetti menemukan sebelas patung kuno di San El Hagar, beberapa di antaranya dikirim ke Louvre Inggris, dan sebagiannya lagi ke Berlin dan Alexandria. Tapi sayang patung-patung yang dikirim ke Alexandria, sekarang sudah tidak ditemukan lagi bangkainya. Penggalian itupun semakin gencar setelah adanya pernyataan dari Dr. Zahy Hawas seoarang Egyptologist Mesir yang mengeluarkan pernyataan bahwa setiap inci tanah di Mesir mengandung Fir’aun.
Pada tahun 1939, Tanis kota yang hilang itu pun ditemukan kembali oleh seorang arkeolog asal Perancis bernama Pierre Montet, setelah hampir belasan tahun melakukan penggalian. Ditemukannya komplek pemakaman kerajaan yang memiliki tiga kamar penguburan yang masih utuh dengan segala aksesorisnya menunjukan bahwa raja-raja Tanis pada saati itu memiliki posisi yang sangat penting, didalam kamar penguburan yang sangat langka itupun terdapat banyak harta karun terpendam yang sengaja dikubur bersama jasad-jasad raja Tanis yang sudah diawetkan, seperti masker emas, peti mati yang terbuat dari perak dan beberapa sarkofagus yang sangat rumit. Barang-barang berharga lainnya pun banyak ditemukan didalam makam Raja-Raja Tanis, sepeti kalung, gelang, liontin, peralatan makan dan jimat yang semuanya terbuat dari emas.
Tanis atau saat ini disebut dengan San El Hagar berdiri diatas lahan seluas 4 kilo meter persegi. Dikelilingi oleh pemukiman masyarakat Islami yang terlihat ramai, sedang melakukan pembangunan. Dengan aliran sungai Nil nya terlihat tidak seperti dulu yang digambarkan dalam peradaban kota Tanis. Memang setiap pemerintahan Fir’aun semenjak tiga milenium yang lalu sangat bergantung pada Aliran sungai Nil. Sebab itulah peradaban mereka maju. Setiap pusat pemerintahan dan ibu kota pasti terletak di Delta Nil. Seperti kota Tanis, kota ini pun berada di jalur Delta Nil. Tapi banjir lumpur bawaan dari danau manzala membuat keadaan sungai Nil di San El Hagar, sekarang semakin menyempit bahkan ada sebagiannya yang ditumbuhi oleh rumput-rumput liar dan gang-gang hijau. Banyak juga jalur-jalur sungai Nil pada masa kejayaan kota Tanis tidak bisa lagi terlihat di masa sekarang. Hanya asar-asarnya saja yang bisa terlihat.
Di awal jelajah penulis ke San El Hagar, sebenarnya penulis sendiri lebih tertarik dengan kota kelahiran nabi Musa ‘Alaihi salam, dan tugu dimana nabi Musa dihanyutkan oleh ibunya hingga sampai ke kerajaan Fir’aun dikota Tanis. Tapi ternyata dua tempat bersejarah itu berada di kota Fakous. Walaupun seperti itu, San El Hagar tidak kalah menarik, dengan segala keaslian yang dimilikinya. 28 maret 2010 adalah awal penulis menginjakan kaki di San El Hagar, sebelumnya pun ada beberapa diantara rekan-rekan Masizig yang sudah pergi kesana, seperti ditahun 2008, dan ditahun 2009 nya yang di komandoi oleh Masizig angkatan 2006 Taufan Januardi. Terakhir kali penulis singgah disana adalah pada tanggal 24 april 2012 dan tanggal 14 september 2012. Berbicara tentang perkampungan San El Hagar, kesan penulis sendiri tidak terlepas dari sosok yang bernama ustadz Sayyid Nufail seorang guru matematika yang ramah, seorang ayah yang memiliki tiga orang putri dan tidak tertutup terhadap orang-orang asing seperti kita. Perjumpaan dengan beliau berawal ketika Masizig angkatan 2006 melakukan eksplorasi pertama pada tahun 2009, disebuah masjid di San El Hagar rombongan kami bertemu dengan beliau. Setelah pertemuan pertama itulah silaturahmi diantara kami semakin terajut. Dan beliau tidak segan-segan untuk memberikan jamuan super istmewa ketika kami datang berkunjung ke San El Hagar. Biasanya sebelum kami menikmati pemandangan indah reruntuhan peninggalan kerajaan Fir’aun. Beliau selalu menyuruh kami untuk singgah dirumahnya. Setelah shalat ashar belaiau tidak pernah bosan menyempatkan waktu untuk mengantar kami berkeliling lahan reruntuhan kota Tanis.
Sahabat Masizig, seperti inilah sedikit gambaran tentang San El Hagar. Bagi sahabat yang tertarik untuk mengunjungi dan menyaksikan sendiri sisa-sisa reruntuhan kota Tanis, kota para Fir’aun yang sudah banyak diceritakan dalam Al-qur’an. Seperti yang diceritakan didalam surat Al-Qashas ayat 4, “Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”. Hemat penulis, sangat disayangkan jika kita yang tinggal di Zagazig tidak pernah menginjakan kaki ditempat yang sangat bersejerah itu. Sebuah tempat yang menjadi saksi bisu tentang keangkuhan dan kesombongan para penentang Allah.
Bagi sahabat-sahabat yang akan pergi kesana bisa mengambil rute dari Mau’af Mit Gahmr langsung ke Zira’ah, setelah sampai di Zira’ah bisa langsung naik bis Delta jurusan Husainiyah, atau bisa naik tramco. Letak terminal tramco berjauhan dengan terminal bis, jika kawan-kawan lebih memilih tramco harus berjalan melewati jawazat Zagazig sampai ke rel kereta api yang berdekatan dengan masjid Khairullah. Ongkosnya pun tidak sampai menguras kantong , cukup hanya dengan 3,5 pon kawan-kawan bisa sampai ke Husainiyah, dari Husainiyah ke San El Hagar cukup hanya dengan 2 pon saja. Mungkin yang sedikit mahal adalah uang tiket untuk masuk ke lahan San El Hagar, bagi orang asing dikenakan biaya 20 pon. Tapi, jika kawan-kawan bisa menunjukan kartu mahasiswa insya Allah mendapat potongan sebesar 50 %. Selamat berexplorasi, bagi para penjelajah sejati!
Salah satu lokasi reruntuhan kota Tanis |
Salah satu lokasi reruntuhan kota Tanis |
Sambutan ustadz Sayyid Nufail yang sangat luar biasa |
Poto bersama setelah menyantap hidangan besar |
Ustadz Sayyid Nufail dan ketiga putrinya, terakhir kita berkunjung kesana mereka sudah pada gede dan berhijab |
Maaf ya mas bro, rasanya tidak adil kalau poto saya semua yang saya upload hehe :P |
Nyebuurrr!! ke hamam (kamar mandi) Fiar'aun |
Pemandangan dari atas sumur |
Ya Allah.. Ammu achunk, Udo, Tofan, itu yang di belakang kok ga di ajak poto bareng.. kasian tuh sendirian aja hehe |
Haha, lagi pada ngapain tuh dibelakang mbah Fir'aun? :P |
0 komentar
Posting Komentar