Bersama Taufan dan Ulfi, didepan masjid Zira'ah. Setelah shalat subuh waktu i'tikaf ramadhan 2012 |
Kampung Permai, 20/02/2013
Cahaya merah tadi pagi memeluk tubuhku. Erat, mengiringi langkahku bersama hawa dingin yang membelenggu kaki. Memang tidak ada deru angin pagi itu, kabut putih pun, yang biasa terbang hilir mudik sambil merapalkan puji syukurnya sudah tidak terlihat lagi. Kebersamaannya dengan hawa dingin mungkin akan segera berakhir, karena masanya sebentar lagi akan berlalu. Cahaya merah itu adalah fajar, sebuah tanda yang terbentang di langit, menggambarkan sebuah kekuasaan dari yang maha kuasa. Namun, tidak semua manusia bisa merasakannya.
Cahaya merah itu, kini menyatu dengan suara muratal yang terdengar sayup-sayup dari jauh. Setelah ia mengukir takzimnya melalui sebuah tasbih ketika diserukan kepada manusia "bahwa shalat lebih baik dari pada tidur". Ya, waktu subuh merupakan waktu yang sangat berat bagi sebagian orang, ini mungkin salah satu alasan dibalik sabda Rasulallah "Sesungguhnya tiada yang dirasa berat oleh seorang munafik, kecuali melaksanakan shalat Isya dan shalat Subuh. Sekiranya mereka tahu akan keagungan pahalanya, niscaya mereka bakal mendatanginya (ke masjid, shalat berjamaah) sekalipun harus berjalan merangkak-rangkak" (HR Bukhari Muslim).
Tapi, masjid tauhid tadi pagi seperti telah kehilangan manusia-manusia subuh kesayangannya. Bukan berarti mereka terlena dalam tidur, hingga lalai melaksanakan kewajibannya sebagai laki-laki muslim. Mereka sangat tahu tentang substansi dari sabda Rasul bahwa "Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya" (HR Muslim). Aku hanya bisa meyakinkanmu dengan sebuah tulisan, menyampaikan kabar dari mereka bahwa mereka pun benar-benar rindu untuk melaksanakan shalat subuh berjama'ah bersamamu. Rasa rindumu juga sudah aku sampaikan pada mereka, seperti cerita kita waktu itu, dan juga mengenai karpetmu yang sudah berganti. Sekarang lebih tebal dan lebih empuk. Dan warna hijau itu, bukan kah itu warna kesukaan mereka?
Tentang mereka mungkin sudah cukup, kadang kerinduanmu kepada mereka membuat kau lupa menanyakan kabarku. Padahal ditempatmu juga aku selalu menyampaikan segala keluh kesahku kepada Rabb ku. Aku yakin kau pun mendengar setiap lirih yang kupanjatkan kepada Rabb ku, dan juga tentang nama itu, yang kini selalu kusebut dalam doaku engkaupun sudah tahu bukan? "Semoga Allah selalu menjaganya dan merahmatinya".
Tersenyumlah, karena subuh besok aku akan tetap mendengarkan ceritamu.
Kampung Permai, 04/03/2013
Sebening do'a disetiap subuh. Hari ini, kemarin dan kemarin lusa. Semoga juga masih sempat untuk hari esok. Alhamdulillah, lakalhamdu ya Rabb.. Pagi tadi masih dalam rengkuh hawa dingin aku bisa membersamai subuh. Cahaya fajar yang memerah tidak pernah lupa dengan mereka yang setiap paginya tersentuh oleh sinarnya. Insya Allah suatu saat ia akan menjadi saksi dihadpan Allah bercerita tentang mereka yang tak pernah luput dari jama'ah shalat subuhnya.
Pagi tadi tidak seperti hari-hari kemarin, nafas yang dihembuskan oleh subuh benar-benar bisa ku dengar dan kurasakan. Melalui angin semilir yang membuat tubuh semakin menggigil, atau lewat derak pohon pinus yang merasakan hadirnya. Pagi tadi, subuh benar-benar telah menjelma. Membangunkan semua yang terlelap. Memecah sunyi yang tak berujung. "Demi subuh apabila dia bernafas" ayat suci nan agung itu terus dituturkan oleh fajar yang mulai menyinsing, sampai aku tegak berdiri dibarisan kedua masjid tauhid. Imam shalat subuh juga menerangkan kemuliaan dan kewibawaan waktu subuh.
"Bukankah Allah juga telah bersumpah dengan waktu subuh?" Masjid tauhid mulai bercerita menghilangkan segala ragu, membenamkan rasa yakin disetiap hati yang masih ditutupi ketidak tahuan. Gusarnya terlihat jelas ketika melihatku masih tertunduk mendalami dzikir yang di ucapkan oleh bapak tua di sebelahku.
"Iya, aku paham dengan maksudmu. Ketika Allah bersumpah dengan waktu subuh, berarti waktu itu memiliki keistimewaan disisi-Nya, yang kau risaukan adalah ketika subuh orang-orang yang berada di dekatmu hanya segelintir saja. Sama seperti yang aku risaukan, padahal para muadzin telah mengingatkan "bahwa shalat lebih baik dari pada tidur" Mendengar penuturanku, aku bisa merasakan senyumnya mulai mengembang. Senyum masjid tauhid yang sudah di tinggalkan oleh para manusia subuh yang istiqamah. Mereka yang sudah meninggalkan kampung permai.
"Tapi, masih banyak orang yang belum menyadarinya" Suaranya semakin lirih, ucapannya menunjukan bahwa ia benar-benar merindukan hari di mana para manusia berbondong-bondong melaksanakan shalat subuh berjama'ah sama seperti mereka melaksanakan shlat jum'at. "Bukan kau saja yang merindukan hari itu wahai masjid tauhid, aku pun selalu merindukan saat itu"
ucapku lirih.
Karena Shalat Subuh merupakan hadiah yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang taat dan bertaubat. Bagaimana mungkin hati yang tenggelam dalam cinta maksiat akan terbangun dan shalat Subuh berjamaah? Bagaimana mungkin hati yang telah terbalut maksiat akan tersentuh oleh hadist Rasulullah yang menerangkan tentang fadhîlah shalat Subuh berjamaah?? Ini adalah kutipan dari ucapan Dr.Raghib As Sarjani, selain kita harus ikhlas, memiliki keinginan yang kuat untuk bisa shalat subuh berjama'ah di masjid. Kita juga harus menjauhi dosa.
Waktu subuh adalah mahkluk yang bernafas tetapi ia tidak memiliki ruh, nafas itu hanya bisa dirasakan oleh mereka yang terbangun dan melangkahkan kakinya sekuat tenaga untuk bisa melaksanakan shalat subuh berjama'ah. Ketika para manusia subuh bergerak berjalan menuju masjid mereka bisa merasakan subuh berdetak seperti denyut nadinya, mereka bisa merasakan nafas subuh yang berhembus seperti debar jantungnya.
Sebening do'a disetiap subuh, sosok itu masih ada dalam setiap do'a. Menjelma menjadi bidadari yang bergaun putih. Untuk saat ini, aku hanya memanggilnya dalam setiap do'a. Karena aku tidak berhak untuk merindunya, tidak berhak untuk selalu mengingatnya. Meski rupa itu tak pernah terlihat, sekalipun!! Karena pertemuan yang indah adalah pertemuan yang direncanakan oleh Allah. Yaa Rabb, tentang semua ini aku serahkan semuanya pada takdir-Mu
0 komentar
Posting Komentar