We Are With You

We Are With You
The help of Allah is always near

RELEIVE GAZA'S ORPHANS

RELEIVE GAZA'S ORPHANS
Mari kita bantu saudara kita!

Karyaku

Karyaku
Ya Allah Semoga Bisa Diterbitkan

Followers

Kisah Dalam Gambar Slideshow: Rama’s trip from القاهرة, مصر to 3 cities جدة, مكة المكرمة and الزقازيق was created by TripAdvisor. See another مصر slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Minggu, 31 Maret 2013

Kemenangan Besar Dibalik Rentetan Provokasi

Suatu ketika Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wasallam, menerima wahyu dari Allah untuk memindahkan arah kiblat dari arah Baitul Maqdis di Palestina kearah Masjidil Haram di Makkah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 2 Hijriah pertengahan bulan Rajab.  Sontak saja peristiwa ini menimbulkan keraguan dan perdebatan di kalangan orang-orang musyrik arab, orang-orang Yahudi dan orang-orang munafiq yang berada di Madinah. Begitulah keadaan para sufahaa’ (orang-orang yang kurang akal), jiwa dan hati mereka penuh dengan dengki ketika kebaikan datang pada umat Islam.

Ats-Tsa’labi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Bahwa kaum Yahudi Madinah dan kaum Nashara Najran mengharap agar Nabi SAW shalat menghadap kiblat mereka. Ketika Allah SWT membelokkan kiblat itu ke ka’bah, mereka merasa berkeberatan. Mereka berkomplot dan berusaha agar Nabi SAW, menyetujui kiblat sesuai dengan agama mereka. Dari kejadian tersebut maka turunlah ayat ke 120 surat Al-Baqarah yang menegaskan bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashara tidak akan senang kepada Nabi Muhammad walaupun keinginannya dikabulkan. Kita semua sudah tahu bagai mana isi ayat itu.

Peristiwa diatas hanya contoh kecil dari begitu banyaknya kedengkian orang musysrik Quraisy, Yahudi dan Nashara kepada umat Islam. Masih begitu jelas dalam Jurisprudence prophetic biography, ketika Nabi SAW dihadapkan pada peristiwa perjanjian hudaibiyah yang belum pernah disangka oleh beliau sebelumnya, karena isi perjanjian itu jika dilihat secara kasat mata sangat merugikan kaum Muslimin. Hingga saat itu Ali Bin Abi Thalib yang menemani Nabi sebagai juru tulis beliau sangat geram dengan permintaan kaum Quraisy yang diwakili oleh Suhail Bin ‘Amru. Bagai mana tidak? Orang-orang Quraisy pada perjanjjian itu menolak permintaan Nabi untuk menuliskan namannya dengan nama Rasulallah. Tapi mereka meminta Nabi untuk menuliskan namanya dinasabkan kepada ayahnya, tidak dengan status beliau sebagai Rasulallah. Namun Nabi tetap mengiyakan.

Orang-orang kafir Quraisy juga menolak kalimat “Basmalah” sebagai sebuah etika Nabi ketika beliau mengirimkan surat kesetiap daerah yang ingin beliau Islamkan, Nabipun masih mengalah. Dalam perjanjian itu juga disepakati untuk melakukan gencatan senjata, tidak boleh saling menyerang selama sepuluh tahun, Nabipun menyepakati poin itu. Kafir Quraisy juga menolak kedatangan Rasulallah ke Makkah dan meminta pihak Rasulallah untuk kembali ke Madinah, padahal niat Nabi dan para sahabatnya datang ke Makkah tiada lain hanya untuk melaksanakan umrah tetapi orang-orang kafir Quraisy tetap menyuruhnya untuk kembali ke Madinah dan Nabi diperbolehkan melakukan umrah pada tahun depannya. Pada poin ini pun Nabi tetap mengalah.

Lalu pada poin selanjutnya yang membuat kaum muslimin pada waktu itu semakin tercengang, ketika Suhail bin Amru berkata: “Jika ada pihak Quraisy yang menyebrang ke Madinah untuk masuk Islam tanpa persetujuan walinya maka dia harus dikembalikan ke Quraisy. Tapi sebaliknya jika ada kaum muslimin dari Madinah menyebrang ke Makkah, maka dia tidak akan dikembalikan ke Madinah”. Kaum muslimin yang mendengar itu serentak berucap “Shubhanallah, bagai mana kita kembali kepada golongan musyrik, padahal kita semua sudah menjadi seorang muslim”. Lalu beramai-ramai mereka mendatangi Rasulallah dan bertanya kepadanya: “Apakah kita harus menulis ini wahai Rasulallah?” Rasulallah pun menjawab: “Iya, sesungguhnya apa bila diantara kita datang kepada merka, maka Allah akan melindunginya. Namun apabila di antara mereka datang kepada kita maka Allah akan membuat untuknya jalan untuk memeluk Islam (HR. Muslim)

Muqoddimah diatas adalah sebuah pembuka bagai mana dulu Rasulallah pun ketika di awal menyebarkan risalahnya begitu banyak orang-orang yang menentangnya, mulai dari mereka yang terdekat dengan beliau sampai orang yang tidak mengenal beliau pun ingin memadamkan cahaya tauhid yang dibawa oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam.  Sikap diskriminasi yang diterima oleh Nabi dan kaum Muslimin ketika itu tidak serta merta membuat Nabi dan pengikutnya terprovokasi. Seperti pada peristiwa perjanjian hudaibiyah, banyak dari kalangan kaum Muslimin ketika itu merasa terdiskriminasi dengan isi perjanjian itu. Tapi Nabi adalah seorang pemimpin yang bisa melihat masa depan, perjanjian hudaibiyah yang hampir semuanya merugikan pihak kaum Muslimin tapi ternyata adalah awal dibukanya jalan kemenangan bagi kaum Muslimin.

Adalah perang Ahzab yang merupakan tekanan terkuat bagi Nabi sebelum terjadinya perjanjian hudaibiyah. Perang yang terbentuk dari koalsisi golongan kaum kuffar itu disebut juga dengan perang Khandaq. Koalisi terbesar, karena pada waktu itu seluruh kabilah dan suku arab bersama orang-orang Yahudi akan menyerang Madinah dan menghancurkannya sehancur-hancurnya dari dalam dan luar Madinah. Yang tidak bisa diremehkan juga adalah kumpulan orang-orang munafiq pada wakt itu, serta msusuh dalam selimut yang berada di Madinah yaitu dari kalangan Yahudi Madinah Bani Quraidzah dan dari luar Madinah Bani Nadhir. Tapi Allah maha kuasa bagi setiap hambanya, kekuatan yang maha dahsyat itu akhirnya bisa dikalahkan atas bantuan Allah. Pada waktu itu Allah menjadikan cuaca disekitar Madinah menjadi sangat dingin, dan Allah juga mengirimkan badai yang sangat kuat. Belum lagi politik adu domba kepada musuh serta strategi penggalian parit yang diprakarsai oleh Salman Al-Farisi adalah wasilah dari Allah untuk menyelamatkan kaum Muslimin.

Beralih pada kondisi saat ini, umat Islam selalu dihadapkan pada sikap diskriminasi yang tak pernah henti, bahkan di negara kita sendiri Indonesia, sikap permusuhan itu selalu diperlihatkan oleh mereka yang memiliki kepentingan dan bersembunyi disebuah bangunan bernama pemerintahan. Sangat  ironis memang, ketika disebuah Negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia masih ada larangan untuk memakai jilbab di instansi pemerintah ataupun pendidikan. Lalu pemuda-pemuda yang taat dalam agamanya selalu dicurigai dan diawasi, ustadz-ustadz yang mengajarkan ilmu agama dan menebarkan akhalqul karimah tiba-tiba tanpa dalih apapun ditangkap oleh sekelompok pasukan polisi bersenjata lengkap dengan tuduhan menebarkan paham terorisme. “Maaf bung! Indonesia bukan Negara Islam”. Fine! Tapi buan berarti hak-hak umat Islam untuk menjalankan kewajiban agama mereka harus dikebiri. Selalu saja Islam yang di salahkan, padahal ketika masjid-masjid dibakar tidak ada satupun media yang meliputnya dan menyampaikannya kepada public. Tapi ketika ada gereja liar yang baru diminta oleh umat Islam untuk menghentikan kegiatannya, media kuffar langsung mempublikasikannya dengan berita yang lebay. 

Tepatnya setelah peristiwa runtuhnya  Menara Kembar WTC sebelas tahun silam (11 September 2001) public barat semakin fobia terhadap Islam, runtuhnya menara kembar itu telah berhasil menanamkan imej buruk tentang Islam dibenak masyarakat Amerika dan Eropa. Sehingga istilah teroris telah berhasil mereka sandingkan dengan agama yang hanif ini (agama Islam). Hal ini juga dijadikan dalih oleh Amerika untuk menghancurkan Irak dan Afganistan, “Perang melawan terorisme”. Bahkan peristiwa itu juga telah berhasil mempengaruhi masyarakat Indonesia, hingga sebagian masyarakat Indonesia pun fobia terhadap Islam, fobia di Negara yang mayoritas penduduknya muslim dan sudah tidak asing lagi dengan symbol-simbol Islam.

Sebelas tahun berlalu, selimut hitam yang menutupi kejadian sebenarnya keruntuhan menara WTC mulai terungkap. Maka tanggal 11 September 2001, hari yang menjadi peristiwa “memilukan”, berubah menjadi hari yang “memalukan”. Peringatan tragedi 11 September 2001, menjadi Peringatan Pembohongan Tragedi 11 September. Kesan inilah yang muncul, setelah 11 tahun berlalu.
(Profesor Steven E. Jones dari Brigham Young University, Utah, yang melakukan penelitian dari sudut teori fisika mengatakan bahwa kehancuran dahsyat seperti yang dialami Twin Tower serta gedung WTC 7 hanya mungkin terjadi karena bom-bom yang sudah dipasang pada bangunan-bangunan tersebut.

Teori fisika Jones tersebut tentunya sangat bertentangan dengan hasil penelitian FEMA, NIST dan 9-11 Commision bahwa penyebab utama keruntuhan gedung-gedung tersebut adalah api akibat terjangan pesawat dengan bahan bakar penuh.
Dalam kertas kerjanya berjudul “Why Indeed Did the WTC Buildings Collapse?” dan dipublikasikan harian Deseret Morning News yang terbit di Salt Lake City dalam situsnya awal November lalu, Ilmuwan dari Departerment of Physic and Astronomy, Brigham Young University itu menguraikan secara ilmiah penyebab sesungguhnya dari kehancuran tersebut.

Pihak Brigham Young University sendiri sebelumnya mengatakan bahwa isi dari kertas kerja tersebut sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan sebagai pandangan pihak universitas.
“Saya mengimbau dilakukan suatu investigasi secara serius atas hipotesa bahwa gedung WTC 7 dan Menara Kembar WTC runtuh bukan hanya oleh benturan (pesawat) dan kebakaran, tapi juga karena bahan peledak yang sudah ditempatkan sebelumnya,” kata Jones). { Sumber: Artikel Abdul Halim Mahally, Misteri Tragedi 11 September, http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=8797&coid=1&caid=45&gid=2}
Tapi ternyata peristiwa itu memberikan the big wisdom untuk umat Islam dan penduduk Amerika sendiri. Diskriminasi yang diterima oleh umat Islam hampir dibelahan dunia telah membuka mata masyarakat Amerika dan Eropa untuk mempelajari dan mengetahui Islam lebih jauh. Jangan heran jika di Amerika dan Eropa Islam semakin berkembang. Bahkan prediksi 20 tahun kedepan Prancis akan menjadi Negara Eropa dengan penduduknya yang mayoritas muslim.

Seharusnya di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim bisa lebih banyak mengambil hikmah atas kejadian itu, bahwa Islam adalah agama yang lembut yang mengajari pemeluknya untuk saling menyayangi dan menghormati. Kurang bijak rasanya jika menjustifikasi Islam secara keseluruhan hanya dilihat dari sebagian kelompok yang melakukan perbuatan ekstrim atas nama agama Islam. Tugas kitalah para mahasiswa yang mempelajari ilmu syar’i untuk meluruskan semua ini.

Lalu provokasi yang tidak pernah terputus, jauh sebelum zaman Shalahuddin Al-Ayubi sampai saat ini yaitu kemerdekaan dan perdamaian yang belum tercipta di Palestina khususnya di jalur Gaza. Palestina pada tahun 1900 adalah sebuah wilayah yang damai dan tentram, walaupun disana hidup berbagai manusia dengan kepercayaan yang berbeda. Islam, Kristiani dan Yahudi hidup berdampingan dan damai tanpa ada sengketa diantara mereka. Namun kedengkian yang merasuki segolongan kaum Yahudi dan Nashrani telah menghancurkan perdamaian itu. Wallahu a’lam kapan perdamaian itu akan kembali terwujud. Tapi yang pasti, jangan sampai kita lupa untuk mendoakn saudara-saudara kita di sana. Karena Qadhiyah Palestina adalah Qadhiyah seluruh umat Islam, bukan hanya permasalahan orang Palestina atau hanya permasalahan orang-orang Arab saja. Karena Al-Quds milik umat Islam bukan hanya Palestina.
“Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka dia bukan dari mereka” (Dikeluarkan ath-Thabarani dalam ash-Shaghir)
“Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka adalah bagaikan satu jasad, apabila satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan susah tidur dan terasa panas” (HR Muslim no. 2586)

Saya kira hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam diatas, cukup untuk menegaskan bahwa qadhiyah Al-quds adalah qadhiyah kita semua, bukan hanya qadhiyah Palestina semata. Semoga kita semua selalu ada dalam inayah Allah. Dan menjadikan kita golongan orang-orang yang menutup usianya dengan husnul khotimah. Wallahu a’lam.


0 komentar

Posting Komentar