Bapak tua itu, siapa sebenarnya ia? Aneh, ya aneh. Kata ini
langsung terlontar dari mulutku ketika memperhatikan tingkah bapak tua itu. Pertama
kulihat ia berdiri di barisan shaf pertama kemudian memilih mundur kebelakang
dan mempersilahkan orang lain untuk menempati tempatnya tadi. Padahal shaf
pertama lebih baik dibandingkan shaf yang kedua atau barisan yang ketiga tempat
di mana aku berdiri sekarang. Bapak tua itu, kenapa dia seperti itu? Ternyata bukan
hanya aku saja yang merasa terganggu dengan tingkahnya. Sikapnya yang pelik
seperti anak kecil yang baru belajar shalat, kadang ia menengok kekiri dan
kekanan. Sesekali pandangannya ia arahkan ke pintu masjid memperhatikan para
jama’ah yang terlambat datang, padahal pintu masjid itu jauh berada
dibelakangnya. Ulahnya membuat orang-orang yang ada disekelilingnya merasa
kurang nyaman bahkan kekhusyuan mereka pun berkurang karena ulah bapak tua itu.
Dan ternyata benar, bukan aku saja yang merasa kenyamanannya tersita ketika
shalat dzuhur tadi. Buktinya selesai shalat banyak para jama’ah yang mempertanyakan
siapa bapak tua itu, dengan mata mereka
yang tidak berhenti memperhatikan sosoknya, seorang bapak tua tapi prilakunya seperti
anak kecil.
Waktu shalat ashar aku lebih bergegas lagi, kerana flat
sahabatku yang berada di lantai empat tidak seperti flatku di Zagazig yang
berada di lantai dasar, masjid pun terbilang dekat dengan flatku walaupun itu
hanya masjid kecil. Sesampainya di beranda masjid Ar-rasul mataku langsung
terhenti pada bapak tua yang baru kulihat dua hari ini. iya, aku selalu
melihatnya di masjid yang baru kusinggahi ini. Aku selalu melihatnya ketika
shalat dzuhur, shalat ashar, shalat maghrib, shalat isya dan kali ini ia lebih
dulu sampai di masjid. Atau mungkin bapak tua itu juga selalu lebih dulu
dibandingkan dengan orang-orang lain seperti ku. Tapi sikapnya masih aneh
seperti sebelum-sebelumnya, sekarang tingkah bapak tua itu seperti resepsionis,
baru kali ini aku melihat resepsionis di sebuah masjid. Setiap kali ada orang
yang datang, bapak tua itu selalu menyambutnya dengan wajah penuh senyuman. Kadang
bapak tua itu juga menuntun orang yang disambutnya sampai kedalam masjid, orang
yang dituntunnyapun hanya bisa tertawa kecil sambil mengucapkan kata syukran
berkali-kali. Sampai iqomah tiba kuperhatikan bapak tua itu masih menyambut
orang-orang yang datang ke masjid untuk melaksanakan shalat ashar. Bapak tua
itu, siapa sebenarnya ia? Kenapa prilakunya bisa seperti itu? Dua pertanyaan
ini selalu membuatku penasaran dengan sosok bapak tua yang mengenakan jubah
abu-abu itu.
Kuperhatikan, bapak tua itu juga seperti masyarakat Mesir
pada umumnya. Kepalanya bersorban, namun agak lucu karena sorbannya tidak
sepenuhnya menutupi kepalanya yang botak. Selesai shalatpun ia langsung
mengeluarkan tasbihnya, memutarnya dengan kasar hingga menimbulkan suara gesekan
untaian butiran manik-maniknya yang berbentuk elips berwarna hijau teranag. Bunyinya
keras membuat orang-orang yang mendengarnya menoleh kearahnya, sambil mengeja
sebuah dzikir setelah shalat, bapak tua itu membalas dengan senyumnya kesetiap
orang yang melihatnya. Tidak tahu, apakah ia benar-benar berdzikir atau hanya
mengomat-ngamitkan bibirnya saja. Sepertinya bapak tua itu juga memiliki banyak
tasbih, karena kuperhatikan setiap kali shalat tasbihnya selalu berubah-ubah,
kadang yang berbentuk elips berwarna hijau terang, kadang juga yang berbentuk
bulat penuh berwarna biru, ada juga yang berwarna merah gelap.
Kadang bapak tua itu juga mengajak salah satu jama’ah yang
ditemuinya untuk berbincang-bincang sesuatu. Walaupun orang yang diajaknya
bicara hanya menanggapinya dengan sebuah tawa kecil dan sesekali menganggukan
kepalanya, kuperhatikan bapak tua itu merasa sangat girang lalu tertawa sambil
menunjukan giginya yang tidak rata. Banyak pelajaran yang sebenarnya kuambil
dari bapak tua itu, dengan prilakunya yang ganjil, ia masih tetap shalat berjama’ah
di masjid selalu tepat waktu tidak pernah terlambat. Selalu menyempatkan untuk
berdizkir setelah shalat, berdoa, lalu dilanjutkan dengan shalat sunnah. Lalu
apalagi alasan kita sebagai orang yang dikaruniai kesehatan akal dan tubuh,
tapi masih tetap tidak shalat berjama’ah di masjid.
Cairo, 17/ 01/ 013
0 komentar
Posting Komentar