Malam tak bisa dilepaskan dari bulan dan bintang, seperti matahari yang sudah terikat dengan siang, pasangan abadi yang sudah ditetapk an oleh allah, yang tak pernah berselisih atau bertengkar satu sama lain. Malam dating bintang-bintangpun akan menari lincah menebarakan kerlap kerlip lampu-lampu kecil yang mungil, langit malam yang hitam kelampun akan terlihat indah dengan titik-titik putih yang tergantung bagai mutiara dan intan permata tertiup angin berserakan diseluruh wajah langit yanh tak mempunyai tiang. Tak bisa dipungkiri kalau dibalik semua keindahan itu ada yang menciptakan, sang kholiq Allah SWT yang merekayasa semuanya. hari ini pun sama dengan hari kemarin matahari tidak pernah bosan memberikan sinarnya kepada siapa saja, kepada jagad raya yang merindukan sentuhan lembut cahayanya, seperti pagi ini cahaya itu menerobos rumah kecil namun terlihat indah karena terawatt rapih, penghuni rumah itu sudah memulai aktifitasnya dari pagi buta. kecuali satu, gadis manis yang bernama wulan masih terlelap dalam tidurnya.
“Lan, Wulan, bangun sweety, santri kok bangunnya jam delapan” tapi gadis yang dipanggil Wulan itu tak bergeming sedikitpun, malah ia men utup seluruh tubuhnya dengan selimtu pink helo kitty kesayangannya, ibu Wulan hanya menarik napas panjang melihat tingkah putri kesayangannya itu. “Wulan bangun sayang” kali ini ibunya menarik selimut yang menutupinya“ah, mamih, ganggu aja sih, ilang semua deh mimpi indah Wulan, Wulan meronta dengan suaranya yang malas dan manja,
“eh…., malah selimutan lagi, katanya santri sholat subuhnya kok malah duluan mamih si, emang dipesantren sholat subuhnya jam delapanya?” balas ibunya menggoda
“aduh mamih Wulankan lagi datang bulan, bantah wulan yang sekarang sudah duduk sambil mengucek-ngucek kedua matanya
“oh.., jadi orang yang lagi dating bulan itu harus bangun siang gitu, udah sekarang mendingan kamu mandi dulu, abis itu bantuin mamih siapin sarapan ya, kasihan kakakmu udah mau berangkat kerja, balas ibunya sambil mengusap rambut dan wajahnya
“lho, emang ka Lintang enggak libur mih? Inikan hari minggu” Tanya Wulan
“Mamih juga kurang tahu, katanya sih ada kerja tambahan Cuma setengah hari, tuh sekarang lagi didepan, jawab ibunya sambil berlalu meninggalkannya, Wulan bangkit dengan malasnya perlahan ia bangkit menyusuri jendela yang baru dibuka oleh ibunya tadi. Ups sinar pagi matahari langsung menyambar wajahnya yang baru bangun dari tidur itu, matanya pun ia tutup dengan telapak tangan kanannya karena tak kuat menahan silaunya cahaya mentari pagi itu, ditatapnya kakaknya yang sedang asyik membersihkan motor peninggalan ayah nya yang masih tersisa, setelah mobil keluarga dan peralatan lain banyak yang dijual untuk membiayai sekolah mereka. Lintang adalah kakak yang paling disayanginya karena setelah kepergian ayahnya tidak ada lagi orang yang bisa membuatnya tersenyum menghapus semua kesedihannya, mengusir semua kesunyiannya, selain ibu dan kakaknya itu, namun semuanya berubah semenjak kakaknya memasukannya kepondok pesantren, sikap dan perasaan Wulan terhadap kakaknya pun ikut berubah, benci, kesal dan marah itu yang selalu ditampakannya, Wulan masih belum mengerti dengan sikap kakaknya yang memasukannya kepondok pesantren, menurutnya bukan seorang kakak yang baik memasukan adiknya kepondok pesantren, karena pesantren itu hanyalah tempat yang lebih buruk dari pada penjara sekali pun, hidup dibatasi oleh peraturan yang mengekang, keluar masuk harus sesuai dengan aturan, ini gak boleh itu gak boleh, sekali berbuat salah berbagai macam hukuman sudah siap didepan mata, berbicara bahasa Indonesia walaupun hanya keceplosan tiada maaf sedikitpun, telapak tangan hingga kaki tidak akan luput dari pukulan penggaris kayu bagian penegak bahasa organisasi santri, terlambat pergi kemesjid harus siap menahan panasnya terik matahari di lapangan badminton di hadapan seluruh santriwan dan santri wati, berbicara dengan santri putra walaupun itu masalah pelajaran dikelas, bagian keamanan pasti akan memanggilnya, dan memarahinya setelah itu menyuruhnya untuk membersihkan kamar mandi dengan WC nya yang penuh dengan berbagai macam aroma yang membuat sesak napas. Dari setiap jenis hukuman itu Wulan salah satunya yang pernah menjadi pemecah rekor.
Dari sinilah awal perubahan sikap Wulan, Lintang yang dulu selalu dibanggakannya, selalu diturutinya, tempat ia berbagi keluh dan kesah, tempat ia menemukan jawaban darisetiap pertanyaannya tentang bulan, bintang dan matahari. Dikala senja berganti malam pertanyaan itu pasti selalu keluar polos dari mulutnya “kak, apakah mungkin matahari bisa mengejar bulan? terus diantara siang dan malam mana diantara keduanya yang lebih dulu muncul kepermukaan bumi? Kenapa Allah menciptakan bulan? Dan kenapa Allah menciptakan matahari?” pertanyaan-pertanyaan spontan itu kadang membuat Lintang tak bisa menjawab.
“gimana kalau kakak jawabnya malam besok aja, biar malam ini kakak bertapa dulu mencari ilham untuk mendapatkan jawabannya?” alas an itu yang selalu keluar dari lintang ketika tak bisa menjawab pertanyaan Wulan, dan akhirnya mereka berdua hanya tertawa bersama, disaksikan oleh bulan dan bintang, serta ibu mereka yang sedang menyulam diteras depan. Lintang yang waktu itu masih duduk disekolah tehnik mesin pasti kelabakan dengan pertanyaan-pertanyaan dari Wulan. Malam berikutnya baru lintang bisa memberikan jawaban-jawaban itu. “tidak mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, karena masing-masing sudah beredar pada garis edarnya, kenapa Allah menciptakan bulan? Karena dengan adanya bulan kita bisa mengetahui jumlah bulan yang dua belas yang sudah tercatat dalam kalender, seperti diciptakannya matahari kita bisa mengetahui adanya siang dan malam, gimana jawaban kakak kerenkan?” ternyata kakakku keren juga ya. Ibu mereka hanya bisa tersenyum bahagia melihat keakraban mereka berdua, bagi wulan semua itu kini hanya tinggal sebuah kenangan, yang tersisa hanya kebodohannya kenapa dulu ia menerima untuk di daftarkan kepondok pesantren, mata Wulan selalu meneteskan air mata bila mengenang masa-masa indah bersama kakaknya, disatu sisi ia tidak mau membuat kakaknya merasa terbebani dengan sikapnya itu, karena ia sadar kakaknya terlalu baik untuk ia sakiti, kali ini ia merasa sendiri dirumah itu ayahnya yang selalu memanjakannya tidak bisa menolongnya lagi, ibunya pun tak bisa membelanya lagi, kak lintang, rasanya sudah tidak mungkin merubah keputusannya. Dan Wulan hanya bisa menerima dengan pasrah menghadapi semua keadaan itu.
“kak, Wulan sudah tidak kuat lagi di pesantren”, perkataan Wulan memecah kesunyian di meja makan pagi itu, ibunyapun yang dari tadi menyantap sarapan paginya mendadak berhenti mendengar ucapan putrinya itu, berbeda dengan Lintang, perkataan adiknya itu tidak ia gubris sedikitpun, ia tetap asyik dengan makanannya dipagi itu.
“kak, Wulan sudah tidak mau menuruti kehendak kakak lagi, Wulan juga berhak kan menetukan pilihan Wulan sendiri, dari dulu setiap Wulan tanya kakak, kenapa kakak memasukan Wulan kepesantren pasti jawabannya itu-itu aja, supaya Wulan bisa ngajilah, terjaga lah, kalau hanya itu Wulan bisa belajar dari mamih sama kakak, enggak usah jauh-jauh kepesantren, kali ini Wulan sudah tidak bisa membendung air matanya lagi, rona wajahnya pun semakin sayu, ibunya pun sudah semakin cemas, melihat keadaan anak gadisnya itu,ia hanya bisa menatap kearah Lintang berharap anak sulungnya itu bisa memberikan jawaban yang bijak untuk adik perempuannya, sebenarnya naluri keibuannya sudah tidak tega melihat anak perempuannya menangis seperti itu, tapi semenjak ayah mereka meninggal semua urusan keluarga dibebankan kepada Lintang, sampai suatu hari ketika Lintang menyampaikan niatnya untuk memasukan adiknya kepondok pesantren, ibunya menerima meskipun hatinya terasa berat melepaskan anak perempuan satu-satunya itu, tapi Lintang dapat meyakinkan ibunya bahwa dengan memasukan Wulan kepondok pesantren adalah pilihan yang terbaik, untuk Wulan. “berapapun biayanya Lintang akan berusaha memenuhinya mih, karena Lintang yakin ini yang terbaik untuk kita semua” itulah ucapan lintang yang menggebu-gebu ketika menyampaikan maksudnya itu kepada ibunya.
“kalau Wulan ingin tahu apa penyebab kakak memasukan Wulan kepondok pesantren, abis makan ikut kakak keluar ya? Mudah-mudahan Wulan nanti bisa mengerti” jawaban lintang sedikit memberikan ketenangan dalam diri Wulan. Melihat hal itu ibunya tak mengerti apa yang akan dilakukan anak sulungnya itu, hanya senyuman dan anggukan yang ditampakan oleh lintang pada ibunya, ia pun seakan paham dengan anggukan anak sulungnya itu, “sekarang Wulan siap-siap dulu ya” sela ibu mereka, wulan pun berlalu kearah kamarnya masih dengan matanya yang lembab
“Lintang apa enggak sebaiknya kamu ikutin saja kemauan adikmu, mamih sudah enggak tega melihat keadaan Wulan” pinta ibunya dengan wajah yang penuh dengan kekhawatiran
“mamih tenang aja, insya Allah semua akan baik-baik saja” jawab Lintang meyakinkan ibunya dengan senyum yang mengembang di wajahnya
“terus adikmu mau kamu ajak kemana?” Tanya ibunya lagi, lintang menarik napas panjang seakan berat menjawab pertanyaan ibunya itu “biar dunia yang memberikan jawaban buat Wulan mih, mungkin selama Wulan dipesantren banyak hal hal yang baru yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, sehingga ia merasa asing dan sulit beradaptasi dengan lingkungannya yang baru yang penuh dengan berbagai macam peraturan dan disiplin, berbeda dengan Wulan ketika sekolah di SMP, ia banyak terpengaruh oleh lingkingan yang negative, pergaulan bebas tanpa ada peraturan sedikitpun, masa-masa puberitas yang segala sesuatunya ingin ia coba dan ia rasakan, mungkin dirumah kita bisa jaga Wulan mih, tapi ketika dia diluar Lintang masih belum tahu mih, bukan Lintang ragu dengan Wulan Lintang yakin Wulan adik Lintang yang baik yang patuh dengan kata-kata mamih, dan lintang, tapi diluar sana segala sesuatu bisa terjadi sama Wulan mih, dan Wulan pun kalau tidak dibentengi dengan ilmu agama yang lebih, Lintang takut Wulan akan terjerumus, Lintang gak mau terjadi Sesutu pada Wulan mih, karena Wulan adik lintang satu-satunya, mamih masih ingetkan pesan ayah sebelum ayah meninggal, ayah ingin Lintang menjaga Wulan, menjaga mamih, ayah ingin Wulan menjadi orang yang berguna bukan hanya untuk keluarga, tapi juga untuk agama dan bangsa, dan untuk mewujudkan itu semua lintang akan berusaha sekuat tenaga memberikan yang terbaik buat Wulan dan buat mamih” jawaban Lintang memberikan setitik embun dalam hati ibunya yang perlahan mencair dan mengalir menyebar keseluruh relung-relung jiwa yang sudah mulai dimakan usia itu, air matanya pun tak mampu ia bendung lagi dan akhirnya tumpah dalam pelukan anak sulungnya itu.
“terimakasih nak, kamu memang anak mamih yang paling baik,dan juga seorang kakak yang baik, mamih bangga memiliki anak seperti mu, seandainya ayahmu masih ada disini pasti diapun akan merasakan hal sama dengan apa yang mamih rasakan, semoga Allah memudahkan jalan hidupmu nak” ibunya membalas dengan suara yang terisak
“itu sudah tugas Lintang mi, udah sekarang Mamih jangan nangis lagi ya, nanti Wulan lihat jadi enggak mau diajak keluar, ibunyapun segera menghapus air matanya yang membasahi pipinya, Wulan agak tercengang dan kaget ketika melihat mata ibunya memerah dan sedikit basah, ia segera tahu bahwa ibunya baru saja menangis dalam hatinya ia merasa bersalah sendiri, jangan-jangan ibunya menangis karena sikapnya selama ini yang tidak mau mengikuti perintahnya dan perkataan kakaknya.
“mamih baru menangis kenapa mih?” Wulan bertanya dengan perasaan yang serba salah
“enggak sayang, enggak kenapa-napa kok, Mamih hanya keingetan ayahmu saja, udah sekarang kamu ikut kakakmu sana, jalan-jalan mumpung masih libur kan, jawab ibunya mengalihkan pembicaraan
“ayo Lan” ajak Lintang, Wulan hanya mengikutinya dari belakang, ibunya kembali menangis ketika melihat kedua anaknya belalu keluar dari halaman rumahnya dengan mengendarai Honda supra X, “kamu yang sabar Wulan ya, mamih yakin ini yang terbaik buat kamu nak” kata-kata itu terucap dalam rintihan tangisannya
Dalam perjalanan Wulan hanya diam membisu, tak sepatah katapun keluar dari mulutnya tidak seperti biasanya Wulan yang selalu ceria tidak malu bertanya atau bercerita apapun mengenai dirinya terhadap kakaknya, tapi kali ini ada rasa segan yang menghalanginya, rasa bersalah, marah, kesal, bersatu dalam hatinya hingga menjadi dinding yang tinggi menghalangi wulan hingga kakaknya terasa sangat jauh dan asing bagi Wulan.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk menempuh perjalanan dari rawa buaya cengkareng kekampung bali di kali deres,hanya sekitar tiga puluh menitan akhirnya mereka sampai juga pada sebuah pelataran rumah yang terlihat sedikit mewah, rumah alam dengan design artistic, pintu gebyok, dan westafel batu, rumah yang tidak bertingkat tapi memiliki dua lantai, didepan rumah ada tiga bauh pohon mangga harum manis, samping kanannya ada dua buah pohon rambutan, dan satu pohon buah jambu merah, rumah yang menghadap kebarat itu sangat kontras sekali dengan keadaan Jakarta sekarang ini, terasa seperti dipuncak, Wulan sedikit tercengang dengan keadaan itu ia masih terdiam melihat rumah alam berdiri tegak ditengah kota metropolitan, sebenarnya ia sudah hapal dengan daerah itu karena teman SMP nya pun banyak yang tinggal dikali deres dikelurahan semanan dan pegadungan, bahkan didaerah kampong bali pun ada, tapi karena rasa segan Wulan ia tidak berani bertanya apapun pada kakaknya.
“Lan udah nyampe ni, masuk yu?” ajak Lintang pada adiknya, ia sedikit tersenyum melihat adiknya yang masih tercengang itu
“ini rumah siapa kak?” Tanya wulan, “ini rumahnya temen kak Lintang namanya Syami,” jawab Lintang
“Syami, siapa kak, Syami?” Tanya Wulan seperti mengenal nama itu “ia, kenapa?” jawab Lintang
Enggak” balas Wulan singkat, Wulan berjalan dengan perasaan nelangsa dan penasaran yang menumpuk didalam hatinya, ia benar-benar ingin tahu apa yang akan diperlihatkan kakaknya dirumah itu, “lintang dan Wulan sudah berada didepan pintu pagar rumah itu, pagar besi barwarna hitam setinggi dua meteran lebih dengan ukiran bunga teratai dan pelastik transparan sangat serasi dengan rumah yang ada didalamnya. Lintang menekan bel yang ada didepannyna, dari dalam terlihat seorang gadis berkerudung putih pendek berjalan membukakan pintu untuk mereka, “Assalamu alaikum Mbak, kok mbak lastri yang buka, emang teh Neni kemana?” Tanya Lintang
“ walaikum salam, Kebetulan dirumah cuma ada aku sama bi Inah yang lainnya lagi pada kedufan katanya si mumpung Syami lagi liburan, jawab gadis yang dipanggil Lastri itu
“Mbak enggak ikut?, sambung Lintang. “kan kamu udah janji hari ini mau ngenalin adik kamu yang katanya cantik dan manis” jawab lastri sambil menoleh kearah Wulan, Wulan tersenyum menahan Grogi, ia sangat merasa tersanjung ketika mendengar perkataan Lastri tadi, wajahnya masih menampakan rasa heran dengan kakaknya yang sudah mengenal dekat dengan keluarga itu. “o iya, kenalin aku Lastri Ardiyansyah” sambung Lastri sambil menyodorkan tangan kanannya, “Wulan Mbak” balas Wulan sedikit memaksakan senyum “yuk masuk” ajak Lastri. (to be continue)
0 komentar
Posting Komentar