Kampung Permai 28/04/2013
Saat ini yang aku rasakan waktu subuh semakin cepat datangnya,
pukul 3:45 suara 'ammu Mahmud sudah membahana membangunkan setiap jiwa
yang terlelap. Melalui lantunan azannya yang ia serukan di pagi buta,
namun tidak sedikit manusia yang lebih memilih tetap berselimut tak
menghiraukan panggilan suci itu. Mungkin ketika siang tadi mereka
terlalu lelah bekerja, atau waktu malamnya mereka lalui dengan berbagai
macam kegiatan hingga waktu subuh yang menyimpan banyak keistimewaan
mereka lewatkan begitu saja.
Padahal Rasulallah semenjak 14 abad
yang lalu sudah mengingatkan bahwa "dua rakaat shalat fajar lebih baik
dari dunia dan seisinya" Seperti ini yang disampaikan oleh istri Nabi
SAW, Siti 'Aisyah radhiallahu 'anha. Di redaksi yang lain Imam Muslim
meriwayatkan bahwa Nabi pernah berkata: "Sungguh kedua rakaat tersebut
lebih aku cintai dari pada dunia semuanya". Para ulama hadits
menjelaskan bahwa dua raka'at shalat fajar dalam hadits diatas adalah
dua rakaat shalat sunnah sebelum subuh. Coba kita pikirkan sejenak, jika
shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh saja Allah sudah berjanji pada
hambanya bahwa Dia akan memberikan pahala yang tiada bandingannya dengan
dunia dan isinya. Lantas bagai mana dengan shalat subuh itu sendiri?
Jawaban
diatas menjadi sebuah janji untuk diriku sendiri agar tetap istiqamah
dengan subuh. Seperti cahaya fajar yang sudah berkomitmen dengan waktu
pagi, bahwa ia akan tetap menorehkan sinar merahnya diatas cakrawala
menemani langkah para manusia subuh yang ingin mengembalikan kembali
izzah kaum muslimin.
Terbuktilah apa yang ditulisakan oleh Dr.
Ragib As-Sirjani dalam buku kecilnya Kaifa Tuhafidzu Ala Shalatil Fajri,
di Indonesia sendiri buku ini sangat terkenal dan menajdi buku best
seller. Keajaiban shalat subuh nama versi Indonesianya. Di sana beliau
memberikan beberapa tips agar kita bisa istiqamah melaksanakan shalat
subuh berjama’ah di masjid. Selain kita dianjurkan untuk tidur diawal
waktu dan memasang alarm pengingat, kita juga di anjurkan untuk selalu
ingat akan keistimewaan dan keutamaan shlat subuh. Lalu fokus pada niat
yang baik, ikhlas melakukannya semata-mata karena Allah. Keikhlasan itu
akan tumbuh dalam hati kita ketika kita sudah sering mengerjakannya,
jika kita tidak pernah memulai maka kita tidak akan merasakan keikhlasan
itu.
Tiga hari ini subuh semakin terlihat indah, purnama yang
masih sempurna terlihat menggantung di atas langit masjid Tauhid yang
masih berwarna perak terbias oleh cahaya bulan pagi itu. Sepertinya dari
tanggal 12 Jumadil ula bulan purnama sudah terlihat di langit kota
Zagazig, ketika pulang dari café pelangi selepas shalat isya aku sering
memandangnya memperhatikan setiap sudut kesempurnaannya. Sepertinya
cahaya fajar juga jatuh cinta pada rembulan yang selalu menyapanya
diwaktu subuh, senyumnya semakin terlihat merekah menghangatkan musim
semi yang sebentar lagi akan berlalu. Atau mungkin cahaya fajar bisa
melihat salam sapa para malaikat siang dan malaikat malam ketika mereka
berkumpul lalu melaksanakan shalat subuh berjama’ah.
Salah satu
keistimewaan shalat subuh adalah disaksikan oleh para malaikat. Iya,
kita sudah membahas tentang hal ini. Dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang firman Allah SWT, "Wa
Qur'anal fajri inna qur'anal fajri kana masyhuda: Disaksikan oleh
malaikat malam dan malaikat siang. (HR. Tirmizy dengan derajat hasan
shahih) ini adalah momentum yang sangat istimewa ketika shalat seorang
hamba disaksikan oleh rombongan malaikat, malaikat siang dan malaikat
malam. Dan ini hanya terjadi pada shalat subuh. Ketika kita shalat pada
malam hari shalat kita hanya disaksikan oleh para malaikat malam, begitu
juga dengan siang hari shalat kitapun hanya disaksikan oleh malaikat
siang saja. Imam Bukhari juga pernah meriwayatkan tentang sabda Nabi
bahwa para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada waktu subuh.
Dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Keutamaan shalat berjamaah dengan shalat sendirian adalah 25
derajat. Dan malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada saat
shalat shubuh." (HR Bukhari). Sudah jelas, mengapa shalat subuh menjadi
sangat istimewa, karena shalat subuh disaksikan oleh para malaikat,
malaikat malam dan malaikat siang.
Pagi tadi masjid Tauhid
terlihat sangat bahagia, mungkin karena jama’ah shalat subuh akhir-akhir
ini semakin banyak. Ia tahu ketika aku mundur kebelakang aku selalu
menghitung jama’ah yang hadir, kemarin ada 27 orang dan hari ini ada 33
orang, semakin bertambah. Masjid Tauhid sudah sangat mengerti bahwa
tempatnya akan semakin ramai ketika musim ujian tiba. Karena ketika
musim ujian tiba para mahasiswa dari pelosok desa yang ada di Mesir
semuanya akan bermukim di Zagazig. Mereka lebih memilih untuk kos agar
bisa lebih fokus lagi ketika menghadapi ujian universitas.
Meski
begitu, aku bisa melihat masih ada rindu di kedua pelupuk matanya.
Rindu pada mereka yang dulu selalu meramaikannya, pada sahabat-sahabatku
yang telah mendahuluiku meninggalkan Zagazig. Sepertinya kemarin dan
saat ini rasa rindu itu kembali mengusiknya, aku bisa merasakannya
ketika ia tiba-tiba menanyakan kabar mereka. Ia kembali tersenyum ketika
aku mengatakan padanya bahwa mereka baik-baik saja. Masjid Tauhid bagai
seorang ayah yang selalu merisaukan anak-anaknya yang sudah pergi
meninggalkannya. Aku masih ingat, kemrin lalu ia pernah menitip pesan
untuk ku dan juga untuk para sahabat-sahabatku agar tetap menjaga shalat
subuh berjama’ah di masjid, “bagai manapun beratnya bagimu, tetaplah
kau langkahkah kakimu ke masjid ketika azan subuh memanggilmu. Pernahkah
kalian mendengar perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu, suatu hari
ia pernah berkata: "Kami dahulu memandang orang yang tidak ikut shalat
shubuh berjamaah sebagai orang munafik dan telah jelas kemunafikannya".
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu pernah berkata, "Dahulu kami (para
shahabat) bila ada yang tidak datang shalat shubuh dan Isya berjamaah,
kami berprasangka buruk kepadanya".
“Semoga besok kau masih seperti
ini, bisa berada di shaf pertama. Aku selalu menunggumu tanpa rasa jemu”
perkataan masjid Tauhid membuat langkahku terhenti, aku sedikit ragu
untuk meninggalkannya keluar. Akhhirnya aku duduk kembali menemaninya
sampai ia selesai merapalkan dzikir paginya. Jam menunjukan pukul 4:17
setelah tadi ‘ammu Mahmud mengumandangkan iqamah tepat pukul empat.
Masih banyak orang-orang yang duduk beri’tikaf menunggu sampai matahari
terbit dari arah timur menghapus setiap gundah embun pagi. Bukankah
memang disunahkan beri’tikaf setelah shalat subuh? Sebagai mana yang di
sabdakan oleh Rasulallah “Barang siapa yang solat subuh berjama’ah lalu
tetap duduk setelahnya, berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit,
lalu dia solat dua raka’at maka dia mendapat pahala seperti pahala haji
dan umrah sempurna, sempurna, sempurna” (Hadits Riwayat Tirmidzi,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah)
Aku masih
bersandar pada sebuah tiang, menunggu masjid Tauhid mengeluarkan segala
resahnya. Aku tahu ia sedang rindu pada setiap wafidin (orang non arab)
sepertiku mungkin aku yang ditakdirkan harus berlama-lama di sini bisa
mengobati rasa rindunya. Ia selalu menanyakan kemana sahabat-sahabatmu
yang lain? Aku hanya bisa berkata mereka shalat di masjid yang lain dan
menyampaikan padanya bahwa mahasiswa Indonesia di Zagazig sudah semakin
sedikit, setiap tahun pasti ada yang pulang dan akupun sedang menunggu
giliranku untuk kembali ke tanah airku. Mendengar ucapanku itu masjid
Tauhid semakin larut dalam sedihnya. Ia tidak bisa membayangkan
bagaimana jika suatu hari nanti mahasiswa Indonesia di Zagazig semuanya
telah kembali ke kota asalnya masing-masing. Masihkah mereka akan
bersahabat dengan subuh? Aku selalu meyakinkannya, di manapun mereka
berada mereka akan selalu menjadi pejuang subuh.
“Kau tahu? Kita
semua sedang menanti pertemuan itu. Saat di mana kita harus melupakan
perkara dunia, saat di mana kita harus melepaskan semua yang kita
miliki, saat di mana kita harus melupakan semua orang yang kita kenal.
Karena saat itu yang terpikirkan dalam benak kita adalah, akankah Allah
menerima setiap amal ibadah kita? Akankah kita mampu menjawab setiap
pertanyaan yang akan di ajukan oleh Munkar dan Nakir? Saat itu pasti
akan tiba, esok ataupun nanti. Aku harap kau dan aku selalu siap untuk
menghadapi pertemuan itu” aku tertunduk dalam mendengar perkataan masjid
Tauhid. Aku jadi teringat akan kisah Siti ‘Aisyah ketika ia sedang
menemani ayahnya yang sedang sakit. Ketika itu Abu bakar berujar kepada
Siti ‘Aisyah “Setiap orang bercanda ria dengan keluarganya di pagi hari,
sedangkan kematian jauh lebih dekat daripada tali sandalnya" (HR.
Bukhari)
Pagi itu terasa sangat syahdu, tapi melihat senyum fajar aku
seperti menemukan kehidupan baru. Ia masih melihat kearah rembulan yang
sebentar lagi akan tenggelam oleh cahaya mentari. Di kanan kiriku tidak
lagi hijau, semuanya telah menguning menandakan musim panas benar-benar
akan datang. Sebagian para petani bahkan sudah memanen ladang gandum
milik mereka dan mulai mengalirinya dengan air sungai nil yang terlihat
sangat jernih. Setiap pergi ke kampus aku bisa menyaksikan keindahan itu
ikan-ikan kecil terlihat lincah berenang di saluran air yang begitu
tenang. Rumput-rumput kecil juga seolah menikmati sentuhan air yang
dingin itu. Ia bergerak-gerak seakan sedang menunjukan tarian
kegembiraannya.
“Akhir-akhir ini kau selalu terlihat bahagia” Mendengar ucapanku cahaya fajar tersenyum ke arahku.
“Senyum
akan membuat hari-hari kita lebih indah dan mudah untuk menjalaninya.
Kau sendiri kenapa memilih untuk tersenyum?” Cahaya fajar balik bertanya
kepadaku, aku sepakat dengan ucapannya senyum akan membuat hari-hari
kita lebih indah dan mudah menjalaninya.
“Aku tersenyum karena
berniat berbagi dengan orang-orang yang kujumpai di persimpangan ataupun
disetiap ujung jalan. Aku bahagia setelah tersenyum kepada orang lain,
apalagi di sini budaya menebar salam sudah sangat bagus. Lebih bagus
lagi, senyum sambil menebar salam. Dan satu lagi menurutku sangat
penting, tersenyum bisa memberikan ketenangan hati” Mendengar jawabanku
cahaya fajar tertawa kecil sambil berujar jika ia pun setuju dengan
penjelasanku.
“Apakah kau masih menulis puisi? Bagai mana dengan
sosok bidadari bergaun putih itu?” Pertanyaan cahaya fajar membuat aku
terdiam dan menarik nafas panjang.
“Aku masih suka menulis puisi,
walaupun tidak sesering dulu. Tapi yang aku rasakan aku tidak bisa
lepas dengan puisi. Hehe, kenapa kau bertanya tentang sosok itu?” Cahaya
fajarpun tersenyum melihat sikapku yang membuat ia semakin penasaran.
“Aku
hanya ingin tahu saja, karena kau sangat pandai menyembunyikan sesuatu.
Kira-kira seperti ini yang aku tangkap darimu setelah sekian lama
mengenalmu. Kau selalu menyembunyikan segalanya di balik senyum mu” Aku
tersenyum mendengar ucapan cahaya fajar.
“Bagiku sosok itu adalah
takdir, meski aku tak pernah bosan menyebutnya dalam setiap do’a, tapi
harapan itu semuanya kembali kepada Allah. Dia yang maha menentukan
segalanya. Jika Dia sudah berkehendak maka tidak ada yang mustahil
bagi-Nya. {Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia” (QS.
Yaassiin:820)} Tapi jika Dia berkehendak sebaliknya jalan yang terbaik
adalah ikhlas dan berperasangka baik kepada-Nya”
Cahaya fajar masih
tersenyum, ia mengerti dengan semua yang aku ucapkan tadi. Mungkin subuh
nanti aku harus benar-benar menghindar dari pertanyaannya yang
berhubungan dengan hal ini. Sebelum ia beranjak berlalu ke arah timur ia
sempat memberi kata semangat padaku “Tetap tersenyum karena Allah akan
memberikan jalan yang terindah bagi seorang hamba yang mencintai-Nya”.
Subuh, semoga esok aku masih bisa berbagi cerita denganmu…
0 komentar
Posting Komentar