![]() |
Ya Allah rindu sudah sangat menggegap gempita, aku ingin mecium kembali rumah-Mu |
Kampung Permai, 08/04/2013
Para manusia subuh, cahaya fajar pagi ini bertanya tentang kabar mereka. Aku hanya terdiam mengikuti arah pandangnya. Mencoba menerjemahkan apa yang ia rasakan dengan bahasa yang sesederhana mungkin. Karena ia tidak pernah bosan mengingatkan mereka yang terlelap untuk segera beranjak dari tidurnya. Lalu melangkah menuju masjid yang setiap detiknya mengingatkan manusia bahwa setiap hari pertemuan dengan Allah akan semakin dekat. Kesimpulan itu saling berhubungan, apa yang di khawatirkan oleh cahaya fajar atau yang dirisaukan oleh masjid Tauhid selama ini adalah tentang aku. Karena aku juga bagian dari mereka yang kadang lupa, dan tak bisa membaca peringatan yang diberikan oleh Allah melalui ciptaan-Nya. Ini mungkin salah satu tugas cahaya fajar di setiap pagi, mengingatkan manusia untuk selalu mendekat kepada Allah.
Pagi ini aku membawa kabar dari senja, yang di takdirkan oleh Allah tidak akan pernah bertemu pagi. Ia ingin sekali melihat mentari seperti rindunya pada pelangi, ia juga berharap agar bisa shalat subuh di tempat yang sama dengan cahaya fajar. Melihat senja, aku semakin paham bahwa Allah tidak pernah berhenti mengucurkan kenikmatan pada makhluknya, terutama pada manusia yang memiliki akal dan pikiran. Ketika sore hari kita bisa melihat indahnya senja, malam harinya Allah memberikan keindahan yang lain, kita bisa menikmati pesona purnama dengan hamparan bintang-bintang yang meneteskan cahaya seperti untaian salju yang perlahan turun menyentuh bumi. "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
Aku masih menatap cahaya fajar, rasa syahdu setelah melaksanakan shalat subuh tadi masih terasa lekat di hati. Setiap hari keadaan di masjid Tauhid memang selalu berubah, seperti pagi ini kita semakin di ingatkan kembali betapa Maha Kuasanya Allah, betapa dekatnya Ia dengan hamba-Nya. "Kau lihat kereta kuda itu? Setiap pagi bapak tua itu selalu memacu kudanya yang membawa berbagai macam sayuran" Aku terhenyak dengan pertanyaan tiba-tiba cahaya pajar.
"Iya, setelah pulang dari masjid Tauhid aku selalu melihatnya, sepertinya bapak tua itu membawa keretanya menuju pasar Syiba"
"Kau tahu alasannya, mengapa ia melakukannya di pagi hari?" sambil bertanya Cahaya pajar melirik ke arahku.
"Aku pernah membaca sabda Nabi SAW, (Dari Shakhr bin Wada'ah al Ghamidi, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: "Ya, Allah! Berkahilah umatku pada pagi harinya". Jika mengirim pasukan ekspedisi atau pasukan perangnya, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus mereka di pagi hari. Dan Shakhr adalah seorang pedagang. Maka ia mengirim dagangannya pada pagi hari. Dia menjadi kaya dan hartanya melimpah) sepertinya bapak tua itu sudah mengetahui tentang keberkahan yang tersimpan di waktu pagi, makanya ia selalu memulai menafkahi keluarganya di pagi hari" Cahaya fajar tersenyum mendengar jawabanku
Ini mungkin alasannya kenapa dulu nenek selalu memarahiku ketika pagi hari aku selalu tertidur di shafa depan. Ah, mengingat hal ini aku jadi teringat almarhumah nenek, semoga Allah mengampuni segala dosanya dan menyayanginya.
Setelah sampai di sini aku baru mengerti bahwa semua yang dilakukan nenek adalah demi kebaikanku. Benarlah apa yang termaktub didalam pepatah lama bahwa manusia adalah musuh bagi apa yang tidak diketahuinya.
Tentang bahaya tidur pagi, Ibnul Qayyim pernah berkata: "Di antara perkara yang dibenci di kalangan para salaf, yaitu tidur antara usai shalat Shubuh dan terbitnya matahari. Sebab, waktu-waktu itu adalah saat keberuntungan. Aktifitas yang dikerjakan pada waktu-waktu tersebut memiliki nilai istimewa. Bahkan kalau orang-orang telah berjalan semalam suntuk, mereka tidak diperbolehkan untuk beristirahat pada waktu tersebut sampai matahari terbit. Saat itu adalah permulaan hari dan kuncinya, waktu turunnya rejeki dan terjadinya pembagian rejeki dan barokah. Selain itu, (terhitung) saat itulah pergerakan hari bermula. Keadaan seluruhnya tergantung pada bagiannya. Maka seharusnya (kalau harus tidur), maka itu adalah tidur yang sifatnya darurat".
Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia melihat seorang anaknya tidur pada waktu pagi. Maka ia berkata,”Bangun, engkau tidur saat rejeki dibagi-bagikan"
Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Amr bin al 'Ash Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Tidur ada tiga macam. Tidur orang rusak, tidur orang berakhlak, dan tidur orang dungu. Adapun tidur orang yang rusak kepribadiannya adalah tidur pada waktu dhuha, saat orang-orang menyelesaikan urusan-urusan mereka, sementara ia terlelap dalam tidurnya. Tidur orang yang bermoral, adalah tidur qailulah ketika pertengahan hari. Dan tidur orang yang pandir adalah tidur ketika waktu shalat datang"
Apa yang di kemukakan oleh para salafu shalih diatas sudah cukup bagi kita untuk tidak melakukan tidur pagi. Isilah pagi kita dengan perkara-kara yang baik dan bermanfaat, seperti yang di contohkan oleh Nabi, para sahabat dan juga para salafu shalih.
"Kau tahu, pertanyaan tadi itu, pernah di lontarkan juga oleh seseorang, ia pernah menanyakan tentang alasan kenapa kita tidak boleh tidur pagi"
"Siapa seseorang itu?" Cahaya fajar bertanya dengan mata yang masih tertuju pada sebuah jalan besar yang masih kosong dari lalu lalang kendaraan. Di sebelah kanan jalan itu ada rel kereta api dan juga ladang gandum yang terhampar luas. Sayangnya, banyak orang Mesir yang membuang sampah di samping rel itu.
"Aku tidak tahu banyak tentang sosok itu, tapi ia terasa sangat dekat. Sedekat dirimu ketika menemaniku berjalan menuju masjid Tauhid di setiap subuh. Ia adalah sosok yang sangat mencintai agamanya. Meski berada di tempat yang asing tapi ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Walaupun orang-orang di sekitarnya sebagian besar tidak percaya kepada Allah. Tapi ia tetap berjalan tanpa menanggalkan identitasnya sebagai seorang muslim. Kau tahu, aku banyak mengambil istifadah dan pelajaran darinya. Sampai saat ini aku tidak pernah meninggalkan shaum senin dan kamisku berawal darinya, karena seharusnya aku yang belajar tentang agama bisa lebih mengamalkan apa yang sudah aku pelajari"
"Sepertinya kau sudah sangat mengenalnya, apa ia adalah kata yang terucap dari setiap puisi yang kau tulis? Atau.. Jika aku boleh berspekulasi dia adalah sosok bidadari bergaun putih yang selalu kau ceritakan dalam setiap sajak mu" Mendengar pertanyaan cahaya fajar tiba-tiba mulutku tersekat entah jawaban apa yang harus aku katakan.
"Aku percaya pada takdir Allah, ketika kita berada dalam rahim ibu, Allah sudah menentukan segalanya untuk kita. Rizki, jodoh, kematian semuanya sudah dituliskan dalam catatan takdir kita yang sekarang berada di lauhul mahfudz. Kau tahu, kadang aku berpikir aku ingin mengintip lauhul mahfudz dan melihat bagai mana takdirku. Hehe.. Pemikiran yang sangat bodoh bukan?"
"Hehe.. Bersitan-bersitan seperti itu wajar bagi setiap manusia, tapi jika sudah melampau segeralah beristighfar" Cahaya fajar tersenyum mendengar penuturanku
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" Cahaya fajar melanjutkan
"Bukankah aku tadi sudah menjawab semuanya, jika yang kau maksud adalah sosok yang kuceritakan tadi, aku hanya bisa berdo'a semoga Allah selalu menjaga dan merahmatinya, dan memudahkan segala perjuangannya"
"Melihat keadaanmu, aku jadi teringat beberapa kisah yang di tuliskan oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya akhbaaru An-Nisaa', dalam kitab ini beliau banyak menceritakan riwayat para pembesar Islam terdahulu ketika mereka sedang jatuh cinta, baik dari kalangan sahabat, ataupun generasi-generasi setelahnya"
"Hai, apa kau tadi melihat bagai mana wajah masjid Tauhid ketika mendengar berita duka di pagi ini?" cahaya fajar tersenyum mendengar pertanyaanku, sepertinya ia menyadari bahwa aku mengganti taufik pembicaraan.
"Iya, setelah 'ammu Mahmud selesai mengabarkan berita duka itu ia langsung terdiam dan semakin tenggelam dalam dzikirnya"
"Aku bisa merasakan apa yang dirasakan oleh masjid Tauhid, di hari ini di waktu yang sama aku juga kehilangan nenek ku. Di hari senin, hari ketika Rasulallah wafat meninggalkan kesedihan di hati kaum muslimin ketika itu. Di hari senin nenek juga menghembuskan nafas terakhirnya ketika ia masih memendam rindu untuk ku, baru kali itu aku merasakan betapa sakitnya kehilangan orang yang kita sayang"
"Kadang aku heran melihat orang yang merayakan hari ulang tahun dengan pesta yang megah dan mewah tapi ia lupa untuk bersyukur atas nikmat hidupnya. Padahal setiap saat jatah usia kita sebenarnya semakin berkurang. Seharusnya ia gunakan moment itu untuk memuhasabah diri menghitung bekal yang akan ia bawa nanti ketika menghadap Allah, bukan malah bermegah-megah yang membawa pada kelalaian" Suara cahaya fajar sedikit meninggi.
"Iya, salah satu mensyukuri nikmatnya adalah dengan bangun di awal pagi, lalu melaksanakan shalat subuh berjama'ah. Bagiku peristiwa pagi ini mengingatkanku bahwa manusia begitu dekat dengan kematian. Tua, muda, besar, kecil, semuanya tidak luput dari kematian"
"Sampai jumpa besok pagi. Sampaikan salam ku pada senja, bahwa aku pun ingin melihat sinar jingganya yang indah, semoga Allah pun selalu menjagamu dan merahmatimu" Aku tersenyum ketika cahaya fajar memohon pamit kepadaku, mentari pagi yang mulai menampakan dirinya mengharuskannnya untuk bernjak dari tempatnya.
Semoga besok pagi aku masih bisa merasakan subuh dengan indah. Seperti kabar dari sang pelangi "bahwa muslim sejati itu di lihat dari shalat subuhnya"
0 komentar
Posting Komentar