Ilustrasi |
Sebenarnya saya tidak ingin menuliskan tentang ini, tapi rasa
gelisah yang menumpuk itu ternyata tidak bisa lagi saya pendam. Ini
bukan karena rasa iri, hasad atau pun sikap sentiment saya kepada
seseorang (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat-sifat yang
tercela itu). Karena setiap orang pasti memiliki opini tentang apa yang
terjadi di lingkungannya. Dan sudah menjadi kewajiban bagi para penghuni
lingkungan itu untuk saling mengingatkan. Bukankah saling menasehati
dalam kebaikan merupakan anjuran dalam agama kita?
Enam tahun yang lalu, organisasi kampung permai adalah sebuah
organisasi yang sangat menjungjung tinggi nilai akhlakul karimah.
Semuanya patuh pada peraturan daerah (perda) yang disepakati bersama.
MPR kampong permai selaku badan perwakilan masyarakat yang mengesahkan
peraturan itu. Jika kita mengkaji kembali perda di kampong permai,
sepertinya tidak ada yang perlu di kritisi kembali, karena pengambilan
referensi utama dalam perda tersebut adalah Al-qur’an dan sunnah, hal
ini termaktub didalam bab pertama peraturan itu. Kita sama-sama tahu,
karena kita sendiri yang merumuskannya setahun sekali. Tapi sekarang,
peraturan itu hanya tinggal sebuah tulisan usang yang tidak lagi sarat
dengan substansi. Karena orang yang mengesahkan perda tersebut tidak
mengindahkan perda yang sudah disidangkan disetiap program sacral
tahunan, yaitu sidang permusyawaratan daerah.
Melihat situasai seperti sekarang ini, banyak masyarkat yang
memendam keluhan mereka, tanpa bisa mengungkapkannya. Meskipun banyak
yang menanggapinya secara biasa, tapi ada juga yang membicarakan masalah
ini di belakang layar. Tapi tetap, MPR kampong permai seolah tidak
menanggapi permasalahan yang ada, apa mungkin karena yang melanggar
perda tersebut adalah salah satu stafnya? Sebagai insan akademis
seharusnya ia tahu apa yang harus dilakukan. Staf yang melanggar juga
seharusnya bisa mengambil jalan ksatria yaitu mengundurkan diri dari
anggota MPR kampong permai. Menurut saya ini jalan satu-satunya untuk
membuat MPR kampong permai kembali berwibawa.
Jika sudah seperti ini, rasa rindu akan kampong permai yang dulu
terus saja mengharu biru. Karena di sana bukan hanya ada kenangan, tapi
pelajaran dari sebuah lingkungan yang terjaga dan berdisiplin yang
bernafaskan semangat berakhlakul karimah. Semua itu terwujud tidak
secara kebetulan, tapi dibalik itu semua ada sosok dan figure yang
berusaha keras untuk menciptakan lingkungan islami itu. Salah satu wadah
yang mengatur dan menjalankannya adalah organisasi induk kampong
permai, dewan legislative yang mengomandoi seluruh mahasiswa yang ada di
kampong permai. Dibawah pengawasan MPR kampong permai sebagai dewan
yudikatif. Semuanya saling bersinergi dan saling take and gave untuk
selalu mengingatkan agar menjaga lingkungan kampong permai yang baik
itu.
Tidak heran, jika ada salah satu anggota masyarakat kampong permai
yang melanggar. Maka pihak MPR akan menegurnya. Permasalahannya sekarang
adalah yang melanggar peraturan itu staf MPR kampong permai sendiri.
Siapa yang akan menegurnya selain orang-orang yang berada di MPR
sendiri? Mungkin gubernur organisasi induk kampong permai bisa saja
melakukan hal itu, tapi secara prosedur itu sudah menyalahi etika dalam
berorganisasi. Dalam situasi seperti ini, masih perlukah tatakrama dalam
berorganisasi? Lalu apa yang harus di lakukan oleh masyarakat kampong
permai? Mungkin diam lebih baik, karena jiwa-jiwa yang kritis itu sudah
lama pergi. Dan kampong permai hanya berisikan sosok manusia seperti
sebatang kayu yang terombang-ambing di lautan. Dan saya, adalah salah
satu sosok manusia itu. Sungguh ironis…!!
(Kampung permai, 19/02/013)
0 komentar
Posting Komentar