We Are With You

We Are With You
The help of Allah is always near

RELEIVE GAZA'S ORPHANS

RELEIVE GAZA'S ORPHANS
Mari kita bantu saudara kita!

Karyaku

Karyaku
Ya Allah Semoga Bisa Diterbitkan

Followers

Kisah Dalam Gambar Slideshow: Rama’s trip from القاهرة, مصر to 3 cities جدة, مكة المكرمة and الزقازيق was created by TripAdvisor. See another مصر slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Kamis, 10 Mei 2012

Zagazig yang Kurindu

Siang membawaku pada dunia yang berbeda, terasing setelah hampir seratus hari aku meninggalkan tempat yang dulu pernah mengukir keindahan dalam setiap detiku. Kaki ini pun seakan enggan untuk melangkah, karena sinar matahari yang perlahan memecahkan hawa dingin merayuku untuk tetap tinggal dikota yang sedang dilanda kegelisahan. Kegelisahan yang berujung pada pertumpahan darah yang merenggut banyak nyawa. Tapi takdir kali ini ia membela diri, menepis setiap tuduhan yang ditunjukan kepadanya. Karena ia bukan tersangka atau terdakwa yang menjadi dalang dalam setiap peristiwa besar.

Namun matahari tetap menyebut namanya ketika ia diminta untuk menjadi seorang saksi dalam tragedi yang mencoreng nama baik dunia sepak bola Mesir. Peristiwa yang memilukan yang terjadi pada tanggal 1 februari 2012, membuat dunia semakin membuka matanya. Akankah Mesir kembali seperti dulu? Takdir kali ini ia masih ragu untuk memberikan jawaban. Tragedi Port Said yang menelan hampir 74 korban jiwa dan ribuan luka-luka hanya karena sebuah pertandingan sepak bola memancing kembali para demonstran untuk menggelar unjuk rasa disetiap tempat dipenjuru Kairo. Tahrir square, Syari' Manshur, area kementrian dalam negri Mesir, dan didaerah Swiis adalah tempat para demonstran berkumpul dan meneriakan slogan “turunkan penguasa militer”.

Matahari semakin marah karena ternyata demonstrasi tidak hanya terjadi di Kairo, tapi semakin meluas hingga ke Alexandria. Suara tangisan pun kembali terdengar, rasa cemas para orang tua kembali mekar, tapi rasa optimis sang pemimpin dewan militer Marsekal Mohamed Hussein Tantawi perlahan menyurutkan resah yang mulai berkecamuk dihati matahari yang semakin garang memancarkan sinarnya “Mesir akan stabil. Kami memiliki peta jalan untuk pemindahan kekuasaan kepada sipil yang terpilih. Jika semua orang merencanakan kekacauan di Mesir,mereka tidak akan berhasil,” pernyataan Tantawi ini sedikit melegakan hatiku hingga perjalanan yang sedang kutempuh terasa ringan tanpa beban.

Dari jauh aku bisa melihat pintu gerbang tol Bilbis, jalan tol yang menghubungkan antara Kairo dan provinsi Syarqiyyah. Namun jalan itu sekarang sangat begitu asing bagiku. Meski ketika sampai didalamnya gurun pasir yang terbentang menyapaku tanpa ragu dan berkata “bukankah ini kau yang dulu sering melewati jalan ini dengan senyum yang selalu mengembang?” terima kasih gurun pasir karena engkau masih mengingatku. aku berlalu tanpa senyum dan menutup jendela tramco yang membuat angin kecewa karena tidak bisa menyentuh tanganku. Mataku masih tak bisa terpejam walaupun malam tadi aku hanya tidur empat jam, entahlah biasanya rasa ngantuk langsung menyerangku ketika bunyi murotal sudah terdengar didalam tramco tapi kali ini rasa ngantuk itu seakan enggan menggodaku dan membiarkanku tenggelam dalam keterasinganku.

Iya mungkin ini penyebabnya, aku merasa asing ditempat yang sudah memberikan banyak cerita tentang kehidupan. Tapi aku tetap harus meneruskan langkahku karena disana ada banyak sahabat yang membuat aku kuat, sahabat-sahabat yang terhebat yang selalu ada ketika getir kesulitan mulai menghalangi jalanku.
Tak terasa ternyata aku sudah sampai di Asyir Min Ramadhan, mengingatkan ku bahwa dulu aku pernah berada disana disebuah pabrik pupuk yang terbuat dari biji kapas bersama dua sahabatku. Lucu bila mengingat masa itu, dengan pakaian batik yang masih baru dan wangi karena baru selesai melaksanakan shalat jum’at harus dipakai bekerja mengangkat berkarung-karung biji kapas yang sudah digiling halus dan diambil minyaknya, kami bertiga tidak tahu jika pemilik perusahaan besi yang terkenal dan juga salah seorang anggota dewan itu akan menyuruh kami untuk bekerja seperti itu. siapa lagi kalau bukan ustadz Ahmad Juda yang selalu memberikan bantuan dibulan ramadhan dan menyuruh kami untuk selalu shalat jum’at dimasjid miliknya yang berada di Maglis.

Perjalanan kali ini memberikan kesan tersendiri seakan-akan baru pertama kali aku akan mengunjungi tempat itu. padahal dulu aku adalah bagian dari tempat itu, mungkin karena suasa hati yang asing dan keadaan yang sudah berubah membuat perjalanan ini tidak seperti dulu. Seperti sekarang ini aku berada ditempat yang nama belakangnya mirip dengan namaku perkampungan “Awladu Saif” tempat ini sekarang sudah sangat berubah jembatan penyebrangan yang dulu masih berbentuk tiang, kini sudah berdiri tegak dan sudah bisa digunakan.

Didepanku nama rumah sakit itu sudah tidak asing bagiku tepat diatas jembatan layang tulisan itu begitu jelas “Mustasyfa Alharomain bi Bordin” tapi kawan-kawan sering memanggilnya dengan nama Bordin sesuai dengan nama tempat daerah itu. tidak asing bagiku karena dulu aku juga sering berada disana, memberikan nama kawan-kawan yang berhak menerima bantuan beasiswa dari seorang yang sangat dermwan. Atau hanya sekedar menemani kawan-kawan ketika ada sebuah bantuan. Tapi kali ini aku hanya bisa menyapa dalam hati dan mengirimkan sebuah doa “apa kabar Syaikh Nur? Apa kabar ustadz Sa’id? semoga kebaikan dan keberkahan selalu mengiringi kalian semua”.

Lalu akupun teringat pada seseorang ketika aku sudah sampai di daerah Husainiyah. Siapa lagi kalau bukan ustadz Muhammad ‘Abdul Aziz. Dia adalah sosok yang ringan tangan dalam memberikan bantuan kepada kami mahasiswa Indonesia. ada rasa rindu yang terbesit dalam hati ketika aku melihat lorong jalan yang menuju kearah rumahnya. Dulu hampir tiga kali dalam seminggu aku selalu dipanggil disuruh menghadap kekantornya yang kecil dikampus kuliyyah ushuludin. Tapi kali ini akupun hanya bisa menyapanya dalam hati , tapi aku yakin beliau masih ingat padaku karena satu minggu sebelum ujian aku pernah mengunjunginya dikantor beliau tempat kami dulu selalu membicarakan masalah bantuan untuk kawan-kawan, dan sebelum pulang aku sempat memberikan hadiah kecil untuknya sebuah hadiah yang tak berharga dibandingkan dengan semua jerih payah dan bantuan beliau untuk kami semua.

Dan akhirnya sampai juga aku ditempat yang aku tuju, tempat yang hijau, tempat yang sudah banyak memberikan inspirasi dalam setiap langkahku, Zagazig permai. suatu hari nanti cerita tentangmu pasti akan kucurahkan dalam sebuah karya. Tapi Mahathoh masih tetap seperti dulu bising dan juga penuh sesak oleh kendaraan dan orang-orang yang berlalu lalang. (namanya juga Mahathoh hehe) servis, angkutan umum has zagazig masih dengan ongkosnya yang nush geneh. Dan dengan teriakan kerneknya yang membuat aku kangen “ gama’ah, mau’af, Shaidnawi” semuanya menyatukan kembali partikel-partikel memory yang mengalir dalam otaku dan perlahan tergambar jelas seperti sebuah lukisan indah yang berjudul besar “ AKU PERNAH MENJADI BAGIAN DARI KOTA INI”
Sang kernek seoalah sudah mengerti dengan diriku ia berujar dengan nada mantap kearahku “assalam ” aku hanya mengangguk dengan senyum yang mulai mengembang, tapi sang kernek mengangkat kedua tangannya dengan eksperi wajahnya yang bingung melihatku diam ditempat dan ternyata tidak turun di Salam. Tapi lurus dan turun di Mau’af Mith Ghamr.

Zagazig 06/02/012

0 komentar

Posting Komentar