Hai tuan putri, hari ini aku tak melihatmu. Langit-langit mayaku masih sepi seperti awal bulan lalu ketika kau hilang untuk sementara, lalu datang tiba-tiba membawa secarik kertas putih yang masih begitu besih. Awalnya aku tidak begitu paham untuk apa sebenarnya kertas putih itu? Tapi lambat laun aku mulai mengerti kau memberikan kertas itu agar aku bisa mewarnainya, atau hanya sekedar menulis cerita tentang hari kita yang tak pernah bertemu, bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu. Kadang aku merasa begitu sulit jika kau menyuruhku untuk menulis semua ini.
Di setiap malam ku ada saja cerita yang ingin kusampaikan padamu, walau lelah tapi semangat itu kembali meletup setelah aku melihat siluet bayangmu ada diantara kedua bola mataku. Tapi aku memilih untuk tetap membiarkannya dan menyimpannya dalam sebuah catatan yang tak akan pernah tersampaikan, karena malam ini kau tak ada.
Seperti mimpi waktu itu, rasanya tidak mungkin jika Allah memberikan jawaban itu begitu cepat, dari setiap doa yang dipanjatkan dari setiap keluh yang disampaikan. Atau mungkin ada penjelasan lain yang bisa membuat hati kembali tenang. Dan jawaban yang masih kusembunyikan sampai saat ini adalah, mungkin karena aku terlalu memikirkanmu. Hingga mimpi itupun datang.. meski saat ini ia telah jauh berlalu tapi aku masih tak berani menceritakannya padamu.
Apapun alasannya seharusnya tidak ada rindu di antara kita, karena kita belum pernah saling melihat belum pernah saling bertemu. Tapi nyatanya keadaan ini malah membuat kita semakin terbelenggu. Atau hanya aku sendiri yang merasakan hal itu. Aku tidak ingin mengenang kenapa dipertengahan jalan ini, takdir kita harus berhenti di satu tempat yang kita sendiri tidak akan bisa menyentuhnya. Hanya melalui do'a aku bisa mengirim kabar, lalu datang angin senja sore itu dan mengatakan bahwa di sana kau baik-baik saja. Aku cukup senang walau hanya bisikan angin yang menyampaikannya.
Malam inipun selalu sama, aku masih mencarimu dilangkah sepiku. Padahal aku sudah tahu betapapun kerasnya aku berusaha dan memaksa terus untuk mencari, aku tetap tidak akan menemukanmu. Ah.. rindu, saat ini seharusnya kau tak tumbuh dalam lubuk hati. Tapi ternyata meskipun aku tak pernah menyiramnya ia semakin mekar dan terus berbunga, menjuntai membentuk cincin hitam yang saling berkaitan hingga akhirnya aku benar-benar terantai, terkurung sendiri dan tak mampu keluar. Apa memang seperti itu rasa rindu?
Mungkin semuanya tidak akan seperti sekarang, jika waktu itu aku tidak melihatmu berlari dibawah bunga-bunga salju dengan gaun putihmu yang begitu elok dan menawan. Saat itu kau seperti peri salju yang merubah hawa dingin menjadi hangat, merubah sendu menjadi senyum. Namun ketika aku terbangun dari tidurku semuanya menghilang begitu cepat. Hanya mimpi! Iya, aku melihatmu hanya dalam mimpi. Aku baru sadar hari-hariku denganmu memang hanya sebuah mimpi. Semoga kita selalu percaya bahwa doa dan harap bisa mewujudkan semuanya..
Kampung Permai, 3/12/2013
0 komentar
Posting Komentar