Bunda,
hari ini hujan kembali turun. Meski hanya berupa rintik-rintik kecil
tidak begitu deras seperti hujan yang turun di kampung kita. Tapi tutur
manja gerimis sore ini membawaku pada bayang bunda yang tak pernah lagi
kulihat. Rindu itu sudah begitu berat untuk kupikul, tapi untuk bunda
aku akan tetap mengangkat tangan ini mengayunkan kaki menahan hujaman
rindu yang menyerangku bertubi-tubi. Ketika rasa ini datang menyapa,
yang ingin ku katakan hanya satu "aku rindu bunda, benar-benar rindu".
Kemarin lalu, saat pertama kali hujan turun aku langsung melihat wajah
bunda yang tersenyum bersama cakrawala yang tertiup angin riuh rendah.
Bunda yang pertama kali mengajariku untuk berdoa ketika hujan mulai
turun, doa itu pun masih kuingat sampai sekarang, melekat kuat dan
selalu ku ucap ketika hujan turun. ALLAHUMMA SHAYYIBAN NAAFI'A. "Ya
Allah, (jadikan hujan ini) hujan yang membawa manfaat (kebaikan)".
Begitu yang bunda ajarkan, waktu itu berulang-ulang bunda lafadzkan agar
aku bisa cepat menghafalnya. Dan ketika hujan turun bunda menyuruhku
melafalkannya dengan suara keras, sambil berdiri di depan rumah dan
membiarkan agar kedua tanganku basah oleh air hujan.
Aku
benar-benar merindukan saat itu, saat pertama kali bermain air hujan.
Berlari-lari dipekarangan rumah dengan sahabat-sahabat kecilku yang
mungkin sekarang sudah tidak lagi bermain hujan-hujanan. Aku juga masih
ingat, waktu itu bunda memberiku dua buah perahu kertas yang berwarna
putih, lalu kuhanyutkan disaluran air yang mengalir di depan rumah. Aku
dan sahabat-sahabatku tidak bisa menahan rasa bahagia yang meluap-luap,
begitu ceria seolah air hujan waktu itu ikut bermain dan tertawa bersama
kami. Satu persatu kami minta dibuatkan kembali perahu kecil yang
terbuat dari kertas itu, kini jumlahnya tidak hanya dua tapi tujuh,
berbaris seperti kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan Cirebon.
Esoknya, ketika hujan turun lagi. Aku hanya berdiam diri di rumah,
padahal waktu itu aku ingin sekali hujan-hujanan. Tapi bunda melarang
dengan alasan kemarin aku sudah bermain air hujan dengan teman-temanku.
Tapi bunda tetap membuatkanku dua buah perahu kertas, lalu kuhanyutkan
kembali di depan rumah. Sambil berdiri di teras depan, aku hanya
memandangi perahu kertas itu semakin jauh berlalu, lalu rusak dan
tenggelam karena terguyur oleh air hujan.
Bunda, hujan di sini
tak seperti hujan di rumah kita, tidak ada air yang mengalir, dan tidak
ada pelangi yang terang setelah hujan reda. Dan yang paling berbeda
tidak ada perahu kertas buatan bunda yang bisa kuhanyutkan lagi. Tapi
besok ketika aku melewati sungai nil akan kubuat dua buah perahu kertas
putih yang berisikan surat rindu untuk bunda, lalu kuhanyutkan berharap
surat itu sampai ke tangan bunda.
Terima kasih bunda, telah
menjadi guru yang terbaik untukku. Aku baru sadar apa yang dulu bunda
ajarkan ternyata bisa kutemukan lagi di sini. Tanpa pernah aku bertanya
kepada bunda, dari mana bunda mendapatkan segala keajaiban ini. Dulu
sebelum aku pergi bunda hanya berpesan "ajari bunda dengan semua hal
baik yang pernah kau dapat dari negeri Yusuf dan Musa". Ah.. rasanya
pesan itu begitu berat. Entah, apakah aku bisa menjadi guru untuk bunda?
0 komentar
Posting Komentar