Hari ini langit tersenyum indah, entah apa yang dilihatnya dibumi sehingga senyumnya begitu mengembang. Angin sore itupun seakan mengerti dengan geliat wajah sang cakrawala yang tidak seperti biasanya. Arah terbangnyapun kini semakin terarah mengikuti jejak senyum langit yang terukir diatas pasir putih ditepi pantai Alexandria. Lalu sorot matanya yang tajam tertuju pada sosok seorang gadis yang terbalut oleh jilbab berwarna pink. Berdiri seorang diri sambil membiarkan jari-jari kakinya disentuh oleh ombak kecil yang selalu ingin didekatnya. Angin sore itupun kini mulai menggodanya, hembusannya mulai membuat gadis itu memegang erat kerudungnya. Namun Angin sore itupun sadar ia tidak bisa lama berada disisi gadis itu, Karena gadis berjilbab pink itu tetap tak bergeming dari tempatnya. Yang ada malah matahari yang semakin cemburu menyaksikan ulahnya .
Langit masih tersenyum, seperti senyum gadis itu yang masih tergambar jelas diwajahnya. Hanya gadis itu dan langit yang menaunginya yang tahu akan arti senyumnya. Senyum penuh tekad, bahwa ia tidak salah dalam mengambil jalan, senyum penuh kemenangan bahwa ia telah berhasil merubah dirinya. Dan janji itu semakin membuatnya termotivasi untuk tetap berada dijalan yang penuh dengan cahaya, janji untuk bisa berevolusi menjadi seorang muslimah yang sebenarnya, bukan hanya sekedar hiasan dunia, tapi ia ingin diakhir evolusinya ia bisa menjadi sosok bidadari surga yang selalu dirindu.
Setahun yang lalu ia pun pernah berada ditempat itu bersama kedua orang tuanya, waktu itu ia tidak seperti sekarang, memakai jilbab dengan abaya yang membuatnya semakin cantik dan anggun. Mungkin itulah yang membuatnya tersenyum sendiri dan malu bila ia mengingat masa-masa itu. Masa-masa SMA ketika ia masih mengenakan rok abu-abu selutut, lalu rambutnya yang panjang dan hitam ia biarkan tergerai setiap waktu. Namun waktu juga yang telah membawanya pada perubahan hingga ia terdampar disebuah negri yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, Mesir. Dinegri inilah awal perubahan itu bermula dan dinegri itu juga ia bertemu orang-orang yang selalu menguatkannya. Serta seseorang yang sudah lama ia dambakan yang kini menghuni hatinya dan mengganggu hari-harinya. Seseorang yang selalu ia harapkan bisa membimbing dan menuntun jalan hidupnya.
"Dinda Cantik" Sapa seorang gadis yang lebih tua darinya
"ah.. akaak tak nak lah panggil saye macam itu" balas gadis berkerudung pink itu.
"ape ni yang dinda buat? termenung seorang diri macam bidadari yang tak nak terbang lagi ke langit" wajah gadis berkerudung pink itu semakin tersipu merah.
"ah.. ka Nabila.. berlebihan sangat. Tak ade, saye lagi pikirkan kak Nabila seorang" jawab gadis berkerudung pink itu.
"lagi pikirkan saye seorang , apa lagi pikirkan kandanya..?" perempuan yg dipanggil Nabila itu semakin menggoda gadis berkerudung pink itu.
"kak Nabila.. kan, kan, kan" gadis itu hanya bisa menyipratkan air pantai kearah Nabila untuk menutupi rasa malunya.
"jom!, adik Nayla cantik, kita orang nak pergi makan ni, kat sini kita jumpa restaurant budak Indon, jom lah" ajak Nabila
Nayla sebenarnya enggan beranjak dari tempatnya, karena dari kecil ia sudah jatuh hati dengan laut yang selalu membuat jiwanya tentram, tapi kali ini ia tidak bisa bermesraan lama dengan pantai yang selalu dirindunya karena sahabatnya memaksanya untuk segera bergegas meninggalkan tempat itu. Tapi ia masih bisa tersenyum karena masih ada tiga hari lagi ia bisa meluapkan rasa rindunya di Alexandria. Sebenarnya bukan hanya itu yang membuatnya ingin selalu berada disisi pantai, disana ia bisa merenung menghayati segala lika-liku hidupnya yang lalu. Dan dari situ juga ia akan menemukan celah untuk bisa melangkah kearah yang lebih baik lagi.
Perlahan mata hari semakin menyudut kearah barat, warna kuning bercampur jingga menyeret suasana hati setiap mahkluk pada rasa tentram dan damai. Nayla pun sebenarnya tak mau beranjak pergi dari tempatnya berdiri. Namun karena kali ini ia bergabung dalam sebuah rombongan teman-teman Malaysianya maka iapun harus mengikuti setiap peraturan yang sudah ditetapkan oleh ketua rombongan. Dengan perasaan berat akhirnya ia pun berlalu meninggalkan pantai yang selalu dikaguminya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Nayla untuk bisa sampai ketempat yang ditujunya, dari jarak sekitar dua puluh meter ia sudah bisa melihat teman-temanya berkumpul disudut rumah makan milik seorang mahasiswa asal indonesia. Langkahnyapun semakin ia percepat karena dari jauh Nabila teman dekatnya sudah melambai-lambaikan tangannya. Senyum Nayla semakin merekah ketika dari jauh Nabila sudah menyebutkan kata-kata baso dengan bahasa isyarat yang hanya bisa dipahami oleh mereka berdua. Nayla tidak sadar kalau laju kendaraan yang lalu lalang disekitar jalan pantai alexandria tidak seprti di Indonesia. Hingga peristiwa yang tak diinginkan itupun terjadi, hanya suara denyutan mobil yang mengerem mendadak diakhiri dengan suara dentuman keras yang membuat orang-orang disekitar pantai merasa miris dan menutup mata.
Nabila yang menyaksikan peristiwa tak terduga itu langsung shock, seluruh persendian tulangnya terasa lemah membuat ia tak mampu bergerak terpaku dengan wajah pucat dan tubuhnya yang bergetar membuat seluruh barang-barang yang ia bawa terjatuh seketika. Hampir tiga puluh detik ia tercekat oleh kebimbangan dan ketakutan yang luar biasa. Beruntung salah satu temannya yang melihat perubahan spontan itu menghampirinya dan menepuk pundaknya.
"Nabila, ade ape?" tanya perempuan yang berkerudung lebar berawarna abu-abu
Namun Nabila yang sedang shock itu tidak menghiraukan pertanyaan temannya, dalam ingatannya hanya ada satu nama yang harus ia lihat keberadaannya.
"Nayla.. Nayla…!" seru Nabila sambil berlari kearah kerumunan orang-orang Mesir, namun postur tubuhnya yang kecil tidak memungkinkan untuk menerobos kerumunan itu, ia sudah berteriak sambil menangis memohon agar orang-orang Mesir itu bisa memperbolehkannya lewat, tapi sayang suara mobil ambulance yang semakin mendekat membuat orang-orang Mesir tidak menghiraukannya. Nafasnya semakin terasa sesak ketika ia melihat bercak darah yang masih segar mengalir kearahnya. Nabila tidak bisa melakukan apa-apa seluruh badannya teresa lemas ia hanya terduduk lemah ditepi pagar pembatas jalan disisi pantai sambil menahan air matanya yang semakin deras. wajahnya sayu menyaksikan mobil ambulan yang berlalu semakin jauh meninggalkannya. Sebagian temannya pun kini sudah berada didekatnya, mereka tidak tahu banyak apa yang terjadi ditempat itu, mereka hanya melihat sisa-sisa kerumunan orang yang mulai pergi sedikit demi sedikit dan sebuah mobil sedan chevrolet Captiva yang bagian kanan depannya sudah hancur menabrak pagar pembatas jalan dan menabrak sebuah pohon palem besar ditepi jalan.
"Nabila ape yang tengah berlaku ni?" tanya perempuan yang berkerudung lebar berwarna abu-abu, Nabila tidak bisa melakukan apa-apa lagi kecuali memeluk kaka kelasnya yang ada didepannya.
"kak Fathin, Nayla akak, Nayla tersambar kerete" jawab Nabila masih dengan suara yang tersendat karena menahan tangisnya. Gadis yang berkerudung abu-abu itu pun spontan terkejut ia masih belum percaya dengan apa yang disampaikan oleh adik kelasnya itu, namun ketika ia melihat mobil sedan chevrolet Captiva yang sudah terderek, lalu bercak darah yang belum mengering, dan kerumunan orang Mesir yang masih membicarakan kejadian naas tadi sudah menjadi bukti konkrit bahwa apa yang disampaikan oleh adik kelasnya itu memang benar. Gadis yang bernama Fathin itupun akhirnya sadar bahwa kejadian itu memang nyata. Dalam keadaan takut dan bingung itu Fathin yang menjadi ketua rombongan berusaha untuk tetap tegar dan kuat. pikirannya sekarang bercabang ke segala arah ia sendiri sebenarnya masih bingung langkah apa yang harus ia ambil. Namun sebagai ketua rombongan ia harus bias mengambil keputusan tepat.
"kawan-kawan semue, saye harap semuanye tak usah risau dan takut. Saye, cik Izzati dan Nabila dibantu oleh tige Musyrif kite, akan mengurus pasal ini semue. Jadi saye harap semue balik kat bilik masing-masing". Penjelasan Fathin sedikit memberi kelegaan dihati teman-temannya yang lain. Walaupun sebenarnya dalam hati Gadis yang memiliki lesung pipit itu masih dihinggapi rasa cemas dan khawatir .
setelah hampir setengah jam mereka mengkonfirmasi kejadian tadi kepada orang Mesir yang melihat langsung ditempat peristiwa, akhirnya mereka tahu kerumah sakit mana Naylia dibawa. Nabila sendiri semakin merasa cemas dan hawatir bercampur takut ketika orang Mesir itu menceritakan bahwa bahwa perempuan asia yang tertabrak itu seluruh tubuhnya berlumuran darah air matanyapun tak sanggup lagi ia tahan.
"kak Fathin ape sebaiknye kita bagi tau pasal ini pade pengerusi mahasiswa Indonesie di Zagazig" Nabila mencoba mengungkapkan pendapatnya yang dari tadi ia pendam dalam hati, sebenarnya ada sedikit keraguan dalam hatinya karena ia takut pendapatnya akan ditolak oleh ketua rombongan mereka. Fathin yang mendengar pendapat dari adik kelasnya itu tidak langsung mengiyakan. Tangan kanannya sejenak menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal tanda ia memikirkan sesuatu.
"awak ada number ketua pengerusi DPD Zagazig tak?" Fhatin merasa memang lebih baik jika pihak Indonesia mengetahui peristiwa itu, sebagai perempuan dia juga merasa takut jika keadaan yang lebih buruk bisa menimpa Nayla.
"saye tak ade kak, mungkin ka Nordin ade diekan dekat sangat same budak-budak Indonesie, cuba kak Fhatin tanye saje die" Nabila menjawab dengan nada yang masih cemas.
Dalam sebuah remang malam yang tak berbintang, sosok pemuda ditemani dua temannya terlihat gelisah dalam sebuah taksi, wajahnya penuh cemas bibirnya selalu bergerak melapalkan dzikir dan do'a yang tak henti-hentinya, hanya hatinya yang tahu berbicara kepada diri sendiri tentang rasa takutnya dan kekhawatirannya membuat ia tak bisa berpikir jernih. Kabar yang datang kepadanya magrib tadi membuatnya seperti orang yang kehilangan kesadaran, teman-teman serumahnya pun sempat mengingatkannya untuk tenang. Namun ia masih tak bisa diam seolah tak terjadi apa-apa, tapi akhirnya iapun sadar, teman-temannya tidak tahu apa yang ia rasakan.
"meski dalam keadaan seperti ini aku harus tetap tenang" bisiknya dalam hati. Perlahan akhirnya ia bisa mengendalikan dirinya, walaupun hanya wajahnya yang terlihat tenang, tapi hatinya masih tetap tak bisa ia kendalikan.
" Indunisy, Mustasyfa Iskandariyyah Abdel Hameed Al Abadi, into 'arif Fain ya'ni?" Tanya seorang supir dengan rambutnya yang sudah mulai putih.
"Wallahi ya Afandy, Ihna musy 'arifiin. 'asyan ihna musy sakin fi Iskandariyyah" jawab seorang pemuda yang duduk disebelah supir .
"Maesyi, mafisy masyakil insya Allah, robuna yusahil" jawab bapak tua itu dengan wajah yang merasa tidak bersalah, tidak menghiraukan keadaan orang yang ada disebelahnya.
Setelah Hampir satu jam mereka mengelilingi kota Alexandria, akhirnya mereka menemukan Rumah sakit yang dari tadi mereka cari. Pemuda yang tadi duduk disamping supir itu pun langsung berlari kearah dua orang suster yang sedang berada resepsionis.
"hey, Ram tunggu!" sahut salah seorang temannya. Tapi orang yang dipanggil itu tidak memperdulikan panggilan temannya, ia masih tetap berlari masuk kedalam rumah sakit yang terlihat megah itu.
"ustaz Rama!, kat sini." suara seorang perempuan yang sudah dikenal oleh Rama itu memanggilnya dengan suara sedikit keras membuat orang-orang yang ada disekitarnya melihat kearahnya, melihat orang-orang Mesir itu menatapnya Nabila hanya tersenyum malu. Nabila memang seperti itu, periang, penuh canda. Rama sering mendengar cerita tentangnya dari Nayla, tapi kali ini Nabila lupa kalau ia sedang berada dirumah sakit.
"dr. Nabila bagai mana keadaan Nayla sekarang?" Tanya Rama masih dengan nada suaranya yang masih menyimpan cemas dan khawatir.
"kami pun masih belum tahu lagi, kami hanya bisa tengok die dari luar bilik. Nayla belum lagi sadar kan diri ustaz" jawab Nabila.
" ustaz seorang saje?" sambung Nabila yang melihat Rama masih termenung. Mendengar pertanyaan itu Rama baru sadar kalau ia baru saja meninggalkan dua temannya dilantai bawah.
"tidak, saya bertiga. Tapi sepertinya teman-teman saya masih dilantai bawah" jawab Rama dengan perasaan sedikit bersalah. Iapun mengeluarkan hand ponnya berniat untuk memanggil mereka. Namun baru saja ia mau memijat tombol panggil, ia melihat dua orang temannya bersama ustazd Nordin dan beberapa akhwat berjalan kearah mereka. Rama yang sudah kenal dekat dengan ustadsdz Nordin itu langsung tersenyum kearahnya mereka saling berjabat tangan dan saling berangkulan. Dari Nabila dan ustadz Nordin Rama mengetahui cerita peristiwa yang terjadi sore tadi. Ia semakin merasa takut dan khawatir kalau sesuatu yang buruk benar-benar akan terjadi pada Nayla. Dari balik pintu Rama bisa melihat keadaan Naylia yang masih terbaling lemah wajahnya sedikit pucat dibalut oleh kerudung putih yang didapatkan dari pihak rumah sakit itu. Ada perasaan aneh yang mengalir dalam dirinya, entahlah perasaan apa itu Rama sendiripun tidak bisa menyimpulkannya.
"ustaz Rama, kami punya cadangan nak bagi tau pasal ini pada family Nayla, macam mana menurut ustaz?" Tanya ustadz Nordin sedikit mengagetkan Rama, tapi Rama tidak langsung menjawab ia masih berpikir apakah baik jika kejadian ini langsung diberitahukan kepada keluarga Nayla.
"ustadz Nordin, bagai mana kalau kita menunggu sampai besok. Jika besok keadaan Nayla masih belum pulih dan masih belum sadarkan diri, baru kita hubungi kelurganya di Indonesia" jawab Rama.
"baguslah cadangan ustaz Rama tu, kami ikut cadangan ustaz Rama saje" sambung Fathin yang kini terlihat lebih tenang.
"oh iya, dr. Fathin sudah bertemu dengan dokter yang menangani Nayla" Tanya Rama yang baru mengenal Fathin dari ustadz Nordin
"belum lagi ustaz, sebab suster cakap dokter yang menangani pasal Nayla masih sibuk dengan pasien budak kecil yang kena incident pula" jawab Fathin. Mendengar jawaban dari Fathin perasaan Rama masih belum bisa tenang, namun ia berusaha menutupinya dengan sebuah senyum yang selalu ia tampakan didepan orang-orang yang yang dikenalnya itu.
Waktu sudah menunjukan pukul dua dini hari, beberapa orang akhwat yang tadi ada disana pun sudah lama pulang ke pemondokan mereka, yang tersisa hanya Nabila dan Fathin yang sudah tertidur diatas sebuah shofa yang berada diruangan tempat Nayla terbaring lemah. Ustadz Nordin dan dua orang teman Rama pun sudah lama tertidur dibangku luar tempat menunggu, hanya Rama yang belum bisa memejamkan kedua matanya hati dan pikirannya masih belum tenang, rasanya tidak mungkin ia bisa tertidur melihat orang yang akhir-akhir ini mengusik perasaanya itu terbaring lemah dan tak berdaya. Rama masih dengan mushaf kecilnya sebuah mushaf yang selalu ia bawa kemana-mana ketika ia bepergian dan selalu ia baca ketika ada waktu luang. Rama menghentikan bacaan qur'annya ketika mendengar suara seseorang dari dalam kamar memanggil nama Nabila dan Fathin. Iapun bergegas bangkit dan melihat dibalik sebuah pintu kalau Nayla sudah siuman dan sadarkan diri.
"Nayla… awak ni buat kami semue panic, takut tau tak?" seloroh Nabila sambil memeluk Nayla yang sudah mulai sadarkan diri. Dibalik pintu Rama sudah mulai merasakan ketenangan, ia tersenyum dan mengucap syukur dalam hatinya.
"hehehe, maaf akak, Nayla sudah buat akak panic dan takut" jawab Nayla, melihat Nayla masih bisa tertawa kecil dan masih bisa meminta maaf, Nabila mencubit pipi Nayla.
"aduh! Sakit akak.." Fathin yang melihat tingkah mereka berdua hanya bisa tertawa, begitu juga dengan Rama dari balik pintu ia menahan tawanya, ada tetesan yang mengalir diatas kedua pipinya yang cepat-cepat ia hapus. Melihat keadaan Nayla yang ternyata masih bisa tertawa Rama pun perlahan berlalu meninggalkan ruangan itu, mungkin ia akan pergi kesebuah tempat dimana ia bisa tertawa keras dan mengucap syukur kalau ia bahagia.
"hey, sudah-sudah. Nayla cuba awak cerita apa yang berlaku tadi petang" pertanyaan Fathin membuat Naylia dan Nabila berhenti tertawa.
"iya akak Fathin, Nayla minta maaf sebab sudah buat akak dan semua kawan-kawan panic dan khawatir, petang tadi, sebenarnya yang tersambar kerete itu bukan Nayla tapi budak kecil comel pula, waktu itu Nayla hanya berusaha untuk menolongnya, karena Nayla sangat merasa kasihan melihat budak comel itu. Nayla hanya terserempet sedikit, hanya sikut dan lengan Nayla yang luka ringan karena terbentur aspal jalan. dokter cakap luka budak kecil itu sangat serius, budak kecil itu kehilangan banyak darah. Karena darah saye dan budak kecil itu golongannya sama akhirnya Nayla berinisiatif mendonorkan darah Nayla untuk budak comel itu". Penjelasan Nayla dengan bahasa yang becampur itu malah membuat Fathin tertawa, tapi ia bersyukur karena tidak terjadi apa-apa dengan salah satu temannya itu.
"Nayla, kami semua itu panic tau tak, hampir saja kami nak call mama kau di Indon, tapi Alhamdulillah ada ustadz Rama, dia cakap besok saja kalau nak bagi tau pasal ini ke Family kau di Indon" penjelasan Nabila membuat Nayla sedikit kaget ketika ia mendengar nama ustazd Rama disebutkan.
"apa! Ustadz Rama? Ustadz Rama ada disini?" seru Nayla sambil bergegas berdiri dan berlari kearah pintu, tapi sayang sosok yang dicarinya sudah tidak ada, yang terlihat olehnya hanya teman-temannya yang sudah tertidur pulas diatas sebuah bangku. Ada sedikit penyesalan yang terlintas dalam dirinya karena telah membuat orang yang akhir-akhir ini dikaguminya itu harus berada ditempat itu.
"pasti dia pun merasakan juga apa yang dirasakan oleh akak Nabila, dan akak Fhatin, pasti ia pun merasa takut dan khawatir. Tapi kenapa ketika aku akan mengucapkan terima kasih dia sudah tidak ada disni" bisiknya dalam hati, Nayla hanya bisa menarik nafas panjang meski dalam dirinya banyak perasaan yang tidak dipahami olehnya ia merasa kecewa karena tidak bisa bertemu dengan sosok yang ingin dilihatnya itu. Namun diakhir rasa penasarannya itu ia masih bisa tersenyum. Karena dalam keadaan seperti ini sosok itu masih mau berada didekatnya.
Malam pun semakin mendekati batasnya, fajar yang mulai terang dan sedang beranjak naik membentangnkan sinarnya itu sepertinya mengerti dengan keadaan yang disaksikannya dari atas langit. Lalu mentaripun mengiyakan, dengan tersenyum ia mengabarkan bahwa sang bidadari telah berevolusi, ia telah berhasil merubah dirinya dan membuat para bidadari dilangit cemburu.
Zagazig, 15/03/012
0 komentar
Posting Komentar